Akhir-akhir ini ramah terkait polemik nasab Ba’alawi yang selama ini mengaku keturunan Nabi Muhammad SAW. Kondisi ini dinilai kurang baik karena sulit karena bisa memicu konflik berkepanjangan.
Ketua RMI Jakarta KH Rakhmad Zailani Kiki mengungkapkan, polemik nasab Ba’alawi sulit untuk dipertemukan mengingat masing-masing pihak sudah berpegang pada keyakinannya.
Penulis Genealogi Intelektual Ulama Betawi tersebut menjelaskan, setiap orang memiliki catatan nasab yang tidak bisa diklaim secara obyekf. Terlebih, nasab tersebut terkait dengan dzuriyat atau keturunan Nabi Muhammad SAW.
“Apalagi kalau terkait dengan nasab Nabi ini kan sensitif,”jelas Kiai Rakhmad dikutip dari Republika.co.id, Rabu (11/9/2024).
Dia mengatakan, sintesis antara kubu pembatal nasab dan pihak yang dibatalkan tidak akan pernah ada. Untuk itu, Kiai Kiki mengungkapkan, sebaiknya polemik seputar nasab dikesampingkan. Dia menjelaskan, untuk merekatkan kembali ukhuwah, maka yang dikedepankan sebaiknya adalah masalah sanad.
Dia menjelaskan, sanad merupakan genealogi intelektual yang juga bersambung sampai kepada Nabi SAW, bukan genealogi biologis.Menurut dia, para habaib atau lebih khusus Ba’alawi pun kerap berguru kepada para ulama yang bukan keturunan Nabi. Ilmunya kemudian sampai kepada para ulama Nusantara. Jika dirunut, sanad keilmuannya ke atas sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
“Mereka punya rantai catatan emas yang sampai pada Nabi Muhammad. Kalau kita ingin menyejukkan maka arahkan kesana,”jelas dia.
Kiai Kiki menjelaskan, berdasarkan informasi yang dia terima dari kolega yang mencari data di Perpustakaan Al-Azhar, Kairo, Mesir, maka terdapat dokumen silsilah sanad Ahlisunah Waljamaah yang bersambung kepada Nabi SAW.
Dia mencontohkan, Syekh Mukhtar Atharid atau Tuan Mukhtar Bogor yang pernah belajar kepada Habib Utsman bin Yahya yang seorang habaib. Begitu juga ulama lain seperti Guru Mansur dan Guru Mughni yang pernah menjadi murid dari ulama berjuluk Mufti Betawi tersebut.
“Habib Ali murid dari Habib Utsman bin Yahya. Sanad keilmuan itu semuanya menjadi tidak terpisahkan antara habaib dan non habaib. Yang dijunjung adalah ilmu dan ketinggian akhlak,” tandas Kiai Rakhmad.