Ancaman radikalisme itu nyata, terutama radikalisme yang mengatasnamakan agama. Karena itu diperlukan kerja sama, saling bahu membahu baik dari pihak media, akademisi, aktivis sosial demokrasi, serta masyarakat untuk menanggulangi radikalisme pada masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 mendatang.
“Dikatakan nyata karena memang menilik sejarahnya radikalisme, terutama dalam agama itu pertama muncul karena ketidaksukaan satu golongan atas pemimpinnya,” ujar Hal itu disampaikan oleh Direktur Amir Mahmud Center, Dr. Amir Mahmud dalam Dialog Interaktif: Ancaman Radikalisme di Penyelenggaraan Pilkada 2024, Jumat (9/8/2024) di Do Eat Caffee.
Amir Mahmud mengungkapkan, Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi secara serentak, karena kewaspadaan terhadap ancaman radikalisme agama ini harus dilakukan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan guna mewaspadai dan membendung paham-paham yang dianggap banyak merongrong keamanan dan ketertiban masyarakat itu, salah satunya menguatkan pemahaman akan radikalisme.
“Antara radikalisme dan fundamentalisme itu berbeda. Kita harus memulainya dari situ,” ungkap dia.
Dikatakan fundamentalisme, menurut Amir, saat suatu pemahaman mengakar kuat dalam diri seseorang dan kemudian menjadi gaya hidup dari orang tersebut. Namun, ketika sudah sampai pada kepercayaan buta yang menyebabkan seseorang menjadi gampang menyalahkan, lanjut dia, itulah yang disebut sebagai radikalisme.
“Fundamentalisme berada di tataran kepercayaan, dalam pikiran. Sementara radikalisme sudah masuk ke dalam tindakan. Ada lagi yang dinamakan radikalisme ekstrem, orang yang mencapai titik ini bukan hanya menyalahkan tapi ingin mengubah sesuatu yang besar secara mendasar,” jelas dia.
Dengan pemahaman yang jelas, Amir kemudian berharap agar membagikan pemahaman itu kepada yang lain, terutama maraknya media sosial saat ini agar turut pula dimanfaatkan. Mengingat, kampanye-kampanye radikalisme saat ini juga menggunakan media sosial sebagai alatnya.