Telaah

Refleksi Isra’ Mi’raj dalam Bingkai Toleransi

2 Mins read

Pilarkebangsaan.com – Isra’ Mi’raj, sebagaimana masyhur di kalangan umat Islam merupakan peristiwa bersejarah diperintahkannya shalat. Sebab nilainya yang bersejarah, Isra’ Mi’raj selalu diperingati setiap tahun oleh umat Islam. Dalam setiap momentum peringatan Isra’ Mi’raj, para tokoh ulama selalu mengajak umat Islam untuk merefleksikan nilai keteladanan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai nilai luhur yang sesuai dengan situasi zaman.

Yang menarik dari peringatan Isra’ Mi’raj adalah rentetan peristiwa-peristiwa yang bersumber dari hadis-hadis dan dinarasikan secara apik oleh para mubaligh. Rentetan peristiwa tersebut diantaranya meninggalnya paman dan isteri Rasulullah, diperlihatkannya Rasulullah terhadap situasi surga neraka, pertemuan Rasulullah dengan nabi-nabi terdahulu dan lain sebagainya.

Dari peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut, pertemuan Rasulullah dengan Nabi Musa menjadi salah satu yang menarik. Pertemuan ini digambarkan sebagai proses negosiasi yang selanjutnya menghasilkan keputusan 5 waktu shalat.

Proses negoisasi merupakan salah satu strategi untuk menyelesaikan berbagai kepentingan atau setidaknya dua kepentingan yang berbeda. Tujuan dari penyelesaian ini adalah terciptanya harmonisasi atau rasa nyaman dari berbagai pihak. Rasa nyaman inilah yang akan mengantarkan pada kedamaian. Untuk menuju suasana yang damai, diperlukan adanya sikap toleran.

Dalam definisi yang diungkap oleh Buya Husein Muhammad, makna toleran adalah saling menghargai eksistensi yang lain sekaligus saling menyambut, menyediakan tempat dan memudahkan yang lain (mubadalah.id). Toleran setara dengan kata samahah dalam bahasa arab yang arti dasarnya adalah mudah, membuat orang mudah, nyaman (fahmina.or.id). Dengan begitu, memudahkan yang lain menjadi salah satu syarat yang perlu digarisbawahi sebagai syarat menumbuhkan sikap toleran.

Lebih lanjut dalam keterangannya tersebut, Buya Husein menunjukkan dasar kuat dari Rasulullah dalam semangat memerintahkan untuk memberikan kemudahan bagi yang lain. Hal ini sebisa mungkin dipraktikkan Rasulullah dalam segala aspek kehidupan. Dalam peristiwa Isra Mi’raj salah satunya.

Dikisahkan dalam hadits:

قَالَ ابْنُ حَزْمٍ وَأَنَسٌ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلاَةً ، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ ، حَتَّى آتِيَ عَلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، فَقَالَ مُوسَى : مَاذَا افْتَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ ؟ قُلْتُ : فَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلاَةً ، قَالَ : فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ ، فَرَاجَعْتُ رَبِّي ، فَوَضَعَ عَنِّي شَطْرَهَا ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى , فَأَخْبَرْتُهُ ، فَقَالَ : ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تُطِيقُ ذَلِكَ , فَرَاجَعْتُ رَبِّي ، فَقَالَ : هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ ، لاَ يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى ، فَقَالَ : ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ ، فَقُلْتُ : قَدِ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي.

Diriwayatkan dari Ibn Hazm dan Anas: Rasulullah bersabda: “Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian aku turun menemui Musa. Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?” Aku menjawab: “50 shalat”. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya.”

Maka aku-pun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku.” Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian aku kembali kepada Musa dan berkata: “Allah mengurangi untukku 5 shalat.” Dia berkata: “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan.”

Maka aku-pun kembali kepada Tuhanku. Maka Tuhan berfirman: “Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 waktu yang nilainya sama dengan 50 waktu dan Kalam-Ku tidak dapat berubah lagi.” Kemudian saya turun bertemu dengan Musa. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka aku-pun berkata: “Sungguh aku telah kembali kepada Tuhanku sampai aku-pun malu kepada-Nya.” (HR. Imam Nasa’i)

Dalam narasi hadis tersebut, terlihat dua praktik sikap toleran yang ditunjukkan Rasulullah. Pertama, sikap toleran dalam menghargai pendapat Nabi Musa yang memberikan masukan kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kedudukan yang tinggi diatas nabi-nabi dan semua makhluk Allah yang lain. Namun hal ini tidak lantas membuat Rasulullah menutup telinga atas masukan yang datang kepadanya.

Kedua, sikap toleran dalam memberikan kemudahan bagi umatnya. Dengan mengupayakan negosiasi dari 50 menjadi 5 waktu merupakan bukti bahwa Rasulullah memiliki sikap toleran yang tinggi terhadap umatnya.

Sebagai hamba yang telah dijamin Allah atas surga, tidak menjadikan Rasulullah semena-mena dengan taklif (beban) yang diberikan Allah. Rasulullah bisa saja mengiyakan perintah shalat 50 waktu tersebut karena bagi Rasulullah, tidak ada ibadah yang berat baginya.

Semua dilakukan  sebagai perwujudan hamba yang bersyukur. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang sudah masyhur dari Mughirah bin Syu’bah yang menyatakan bahwa Rasulullah melakukan ibadah hingga tungkak kakinya bengkak.

Namun sekali lagi, ini tidak membuat Rasulullah menetapkan standarnya sebagai standar yang harus dikerjakan orang lain. Rasulullah selalu mengajarkan untuk menetapkan sesuatu sesuai kadar kelompok yang dihadapi dengan semangat memudahkan.

Dari sikap-sikap yang diajarkan Rasulullah tersebut, mari kita maknai Isra’ Mi’raj dalam bingkai toleransi dengan semangat memberikan kemudahan kepada siapapun. Jangan biarkan jargon “kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah” mengakar dalam diri kita. Percayalah, konsisten mempermudah orang lain akan mengantarkan seseorang menemukan kemudahan-kemudahan bagi diri kita sendiri. 

Yulinar Aini Rahmah

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Telaah

Pemilu 1955 dan Asal Mula Demokrasi Liberal dengan Segala Dinamikanya

5 Mins read
Periode demokrasi liberal di Indonesia dimulai dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 1955, lalu berakhir dengan diumumkannya Dekrit Presiden 1959 perihal kembali ke Undang-Undang…
Telaah

Sistem Asuransi Nasional: Asuransi Syariah dan Konvensional Sama Saja?

4 Mins read
Apakah asuransi syariah hanya sekadar varian dari asuransi konvensional? Pertanyaan ini sering muncul, terutama bagi masyarakat yang baru mengenal sistem ekonomi berbasis syariah. Untuk menjawabnya, kita…
Telaah

Perspektif Islam tentang Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Moral

2 Mins read
Pada 27 November 2024, Indonesia akan menggelar Pilkada serentak di berbagai daerah. Namun, menjelang pesta demokrasi ini, muncul kegelisahan di tengah masyarakat…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *