Bhinneka Tunggal Ika

Relasi NU dan Muhammadiyah dalam Menjaga Kedaulatan Negara

2 Mins read

Belum lama ini, Buya Syafii Ma’arif menuangkan gagasannya di Kompas berjudul “Pesan untuk Muhammadiyah dan NU”. Membaca tulisan tersebut pada gilirannya, hati saya tergugah untuk terus merawat konsensus yang telah dirajut oleh para ulama dan umara (pemerintah) Indonesia (terdahulu). Adapun hasil konsensus yang dimaksud yakni, negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) beserta Pancasila dan UUD 1945. 

Akan tetapi, dengan munculnya kelompok-kelompok radikal ekstrimis dan organisasi masyarakat yang mengatasnamakan Islam, konsensus tersebut telah goyah. Pasalnya, mereka tak hanya sekedar menjual ideologinya melainkan, mereka hendak mengganti ideologi bangsa Indonesia.

Maka, adalah kewajiban anak bangsa untuk menjaga konsensus nasional ini. Di samping, adalah sebuah keniscayaan tulisan Buya Syafii bagi generasi muda NU dan Muhammadiyah. Jika kita amati, tulisan tersebut lahir sebagai bentuk peringatan kepada NU dan Muhammadiyah agar tidak terkapar oleh ideologi impor atau ideologi transnasional yang pada gilirannya ingin merongrong kedaulatan negara Indonesia.

Di samping, agar generasi dari kedua ormas tersebut tidak larut dalam polemik atas pembubaran FPI, yang tentunya setidaknya telah membikin hati umat Islam khususnya simpatisan FPI dari kalangan NU dan Muhammadiyah tak bergeming. Di satu sisi, mereka harus tunduk pada sikap Pimpinan Pusat (PB) yang sepakat atas pembubaran FPI. Di lain sisi, mereka sudah terlanjur simpati pada FPI.

Baca juga:  Haji Bagi Orang Madura

Jika kita berani mengakui, dengan meminjam bahasanya Mun’im Sirry (2021), pembubaran FPI oleh pemerintah merupakan kebijakan dilematis. Di satu sisi, kebebasan berekspresi FPI seharusnya dijamin dalam negara demokrasi. Jika anggota FPI melanggar hukum, mereka diadili secara hukum, dan tidak dibubarkan organisasinya. Di sisi lain, ideologi dan perilaku FPI menjadi ancaman bagi negara karena mereka kerap bertindak di luar hukum.

Terlepas dari itu, kembali pada tulisan Buya Syafii, paling tidak ada beberapa pesan penting yang layak diaktualisasikan oleh NU dan Muhammadiyah dalam menjaga kedaulatan negara. Pertama, NU dan Muhammadiyah harus memiliki dan berpikir ala ke-Indonesia-an. Hal ini karena, diakui atau tidak, nilai-nilai ke-Indonesia-an sudah mulai terkoyak oleh intoleransi dan radikalisme-terorisme. Dengan kata lain, sebagai benteng utama maka kedua ormas ini harus mampu menangkal ideologi transnasional dan radikalisme-terorisme yang telah kehilangan perspektif keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.

Kedua, NU dan Muhammadiyah perlu mendewasakan sikapnya dalam menghadapi isu-isu yang dapat mengandung salah paham. Hal ini karena spirit yang melatarbelakangi keduanya berbeda maka, tak ayal tak kala perbedaan kultur NU dan Muhammadiyah mampu menyulut ketegangan dan konflik horisontal serta ekslusi sosial. Hal tersebut terlihat terutama pada fase awal pembentukan keduanya, di mana gerakan pemurnian keagamaan ala Muhammadiyah secara aktif dan demonstratif mengkampanyekan perang melawan takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC).

Baca juga:  Hubungan Formal Dunia Islam dengan Israel

Terakhir, NU dan Muhammadiyah tidak boleh terjebak dalam paradigma “Berebut lahan” kementerian. Artinya, NU dan Muhammadiyah harus tampil dan berfungsi sebagai tenda besar bangsa dan negara.  Apalagi, sepanjang era reformasi, relasi NU dan Muhammadiyah nyaris tak ada gesekan. Jika kita lacak, indikatornya karena mereka memiliki misi yang sama yakni, meng-counter agenda gerakan transnasional atau ekstrimisme yang mempertentangkan relasi Pancasila dan agama.

Itulah beberapa pesan dari Buya Syafii Maarif, yang sejatinya menaruh harapannya kepada NU dan Muhammadiyah. Hal yang sama telah disampaikan dalam buku berjudul “Dua Menyemai Damai: Peran dan Kontribusi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Perdamaian dan Demokrasi”, kehadiran Muhammadiyah dan NU mampu menjadi oase dan kiblat bagi masa depan Islam di dunia.

Oleh karena itu, pemerintah harus menggandeng ormas keagamaan yang memiliki komitmen tinggi pada kebangsaan dan Pancasila. Di lingkup Islam, NU dan Muhammadiyah ialah dua ormas yang selama ini memiliki komitmen penuh membela bangsa dan negara dari ancaman ideologi asing, baik yang berorientasi ke kiri (sosialisme-komunisme) maupun kanan (khilafahisme). Maka, sudah sepatutnya pelarangan FPI ini dibarengi dengan upaya meneguhkan ormas-ormas keislaaman berhaluan kebangsaan seperti Muhammadiyah dan NU.

Akhirnya, terjalinnya relasi antara NU, Muhammadiyah dan pemerintah dalam upaya menjaga kedaulatan negara republik Indonesia dari ideologi transnasional akan mudah. Semoga.

Penulis adalah alumnus Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga, pernah nyantri di ponpes Al-Falah Silo, Jember. Kini, aktif sebagai peneliti The Al-Falah Institute Yogyakarta.

Selengkapnya baca di sini I

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Melihat Kesenian Alek Sikambang ala Etnis Pasisi Sibolga

3 Mins read
Kesenian Sikambang adalah salah satu warisan budaya yang khas Etnis Pesisir Sibolga, Sumatera Utara. Sikambang telah memiliki akar yang kuat dalam tradisi…
Bhinneka Tunggal Ika

Keraton Solo dan Konflik Perebutan Takhta; Pelajaran untuk Generasi Bangsa

4 Mins read
Sejarah Konflik Keraton Solo, Berawal dari Perebutan Tahta 18 Tahun Silam. Konflik yang terjadi di Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo kembali…
Bhinneka Tunggal Ika

Malahayati: Potret Kepahlawanan Perempuan dalam Sejarah Nusantara

3 Mins read
Sejarah Nusantara memiliki banyak cerita heroik tentang tokoh-tokoh besar yang berjuang demi tanah airnya. Salah satu tokoh yang sering terlupakan tetapi memiliki…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *