Pancasila

Relevansi Islam Kontekstual dan Mainstreaming Pancasila

5 Mins read

Pendekatan purifikasi atau pemurnian Islam sering kali memicu perdebatan di kalangan umat Muslim. Dalam kasus ini, kampanye pemurnian Islam yang muncul di platform TikTok menjadi kontroversial karena menggaungkan ideologi Wahabi yang secara ketat berpegang pada teks Al-Qur’an dan hadis.

Pendekatan ini berusaha mengembalikan Islam pada bentuk “aslinya,” sesuai pandangan Muhammad bin Abdul Wahhab. Namun, pemikiran ini justru sering kali menimbulkan kerisihan karena dianggap kaku dan tidak relevan dengan tantangan zaman. Tafsir Al-Qur’an memberikan perspektif yang lebih luas, mengajak kita untuk memahami Islam secara kontekstual dan bijaksana.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Janganlah kamu memeluk agama kecuali dengan penuh kepatuhan kepada Allah,” (QS. Al-Baqarah: 112). Ayat ini memberikan pengertian bahwa kepatuhan pada agama adalah esensial, namun bagaimana cara memaknainya harus disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya yang berkembang. Wahabi cenderung memahami teks ini secara literal tanpa memperhatikan konteks historis, sehingga menimbulkan interpretasi yang ketat. Pendekatan purifikasi ini tidak mempertimbangkan kebutuhan masyarakat modern yang lebih kompleks dan penuh dinamika.

Pemilik akun ABS TV di TikTok yang menjadi sorotan dalam tulisan ini, tampaknya menganut pemahaman Wahabi yang kaku. Video-videonya kerap menyampaikan ajaran Islam yang “murni” tanpa mempertimbangkan keanekaragaman pandangan dalam Islam. Pada beberapa kesempatan, ia bahkan melakukan debat dengan TikToker lain yang mempertanyakan status kewahabiannya. Sikapnya yang menghindar dari pertanyaan ini justru memperkuat dugaan bahwa ia menganut ideologi Wahabi yang tegas dalam pendirian, namun tertutup dalam dialog dan diskusi terbuka.

Perdebatan tentang kemurnian Islam bukanlah hal baru, bahkan sudah ada sejak awal perkembangan Islam. Namun, pada masa sekarang, relevansi perdebatan tersebut dipertanyakan mengingat banyak tantangan yang lebih mendesak. Al-Qur’an, misalnya, mengingatkan kita untuk selalu menjaga persatuan dan saling menghargai dalam perbedaan, seperti dalam QS. Al-Hujurat ayat 10, yang menyatakan bahwa umat Islam itu bersaudara. Tafsir ayat ini mengajak kita untuk lebih menghargai keragaman dalam berislam tanpa saling memaksakan ideologi.

Lebih lanjut, pendekatan purifikasi sering kali merugikan Islam kultural yang telah lama menjadi identitas umat Muslim di Nusantara, khususnya NU dan Muhammadiyah. Islam kultural memberikan ruang bagi adat-istiadat setempat untuk hidup berdampingan dengan nilai-nilai Islam, tanpa harus membenturkan antara yang lokal dan yang universal. Hal ini justru memperkaya Islam dan menjadikannya relevan dalam konteks masyarakat Indonesia. Pendekatan seperti Wahabi mengabaikan aspek ini, yang berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.

Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin mengajarkan untuk tidak memaksakan satu tafsir sebagai yang paling benar. QS. Al-Mumtahanah ayat 8 menegaskan bahwa Allah tidak melarang kita berbuat baik kepada orang lain yang tidak memusuhi kita. Dengan demikian, seharusnya Islam bisa lebih lentur dan terbuka terhadap berbagai pandangan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Islam Nusantara sebagai contoh konkret, telah membuktikan kemampuannya beradaptasi dengan budaya lokal dan tetap memegang nilai-nilai Islam.

Kemajuan teknologi dan globalisasi menuntut umat Islam untuk lebih bijak dalam menyikapi perbedaan. Pemurnian Islam dalam bentuk yang kaku justru mempersempit ruang dialog dan membuat Islam seolah-olah eksklusif. Padahal, tafsir Al-Qur’an mengajarkan kita untuk bersikap inklusif dan terbuka dalam berdialog, sehingga kita dapat menjembatani perbedaan dan memperkaya pemahaman Islam dalam perspektif yang lebih luas dan bijaksana.

Di era digital ini, platform media sosial seharusnya digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam yang damai dan menghargai perbedaan. Kampanye pemurnian Islam yang membatasi pada satu ideologi tertentu berpotensi memecah-belah umat Islam, bukan hanya di dunia nyata tapi juga di ranah maya. Tafsir dari QS. An-Nahl ayat 125 mengajarkan kita untuk berdakwah dengan hikmah dan pelajaran yang baik, bukan dengan cara yang menimbulkan perselisihan dan perpecahan.

Pemurnian Islam yang dikampanyekan melalui TikTok juga memperlihatkan kurangnya pemahaman tentang tantangan kontemporer yang dihadapi umat. Tantangan seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial adalah isu-isu yang memerlukan perhatian dari perspektif Islam. Tafsir Al-Qur’an yang kontekstual dapat menjawab isu-isu ini dengan menunjukkan bagaimana ajaran Islam bisa diterapkan dalam menyelesaikan masalah sosial secara bijaksana dan relevan.

Penting bagi kita untuk mengingat bahwa Islam tidak hanya berfokus pada aspek ritual, tetapi juga aspek sosial yang membawa manfaat bagi kemaslahatan umat. Dalam QS. Al-Ma’un, misalnya, Al-Qur’an menekankan pentingnya membantu mereka yang kurang mampu sebagai bagian dari ibadah. Pemurnian Islam yang kaku dan tidak relevan justru berpotensi mengaburkan pesan utama Islam sebagai agama yang peduli dan memperhatikan sesama.

Kritik terhadap gerakan purifikasi Islam bukanlah tanpa alasan, terutama di tengah keanekaragaman pandangan yang telah menjadi identitas Islam di Indonesia. Jika kita memahami Al-Qur’an dengan pendekatan tafsir kontekstual, maka kita akan melihat bahwa Islam mendorong umatnya untuk hidup harmonis dalam perbedaan, menghargai kearifan lokal, dan menerapkan ajaran Islam dengan cara yang relevan dan sesuai dengan tantangan zaman.

Sebagai generasi yang hidup di era globalisasi, pemahaman kita terhadap Islam perlu dikembangkan lebih luas, tidak hanya terpaku pada satu ideologi tertentu. Al-Qur’an mengajarkan kita untuk terus mencari ilmu dan memperdalam pemahaman, sebagaimana dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5, yang menginspirasi umat Islam untuk belajar dan mengembangkan diri. Islam yang relevan adalah Islam yang mampu menjawab tantangan zaman dengan pendekatan yang bijak dan inklusif.

Secara keseluruhan, pendekatan purifikasi Islam yang kaku dan rigid kurang tepat diterapkan di era sekarang. Umat Islam perlu mempertimbangkan tafsir yang kontekstual agar mampu menjawab persoalan sosial yang dihadapi. Pendekatan ini tidak hanya menjaga keutuhan umat, tetapi juga membuat Islam lebih relevan dan dapat diterima oleh masyarakat luas.

Islam Kontekstual: Fondasi Toleransi dan Kebangsaan

Islam kontekstual adalah pendekatan dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan situasi sosial, budaya, dan kebangsaan yang dihadapi suatu masyarakat. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki latar belakang budaya dan tradisi yang beragam, pendekatan kontekstual ini sangat penting untuk mempertahankan semangat kebangsaan. Islam yang kontekstual bukan hanya soal menyerap tradisi lokal, tetapi juga bagaimana Islam dapat menjadi inspirasi dan energi moral untuk mendukung nilai-nilai yang sudah menjadi kesepakatan bersama dalam Pancasila, terutama dalam menghormati perbedaan.

Pendekatan ini memungkinkan umat Islam untuk berperan sebagai agen perdamaian yang mampu beradaptasi dengan konteks lokal, sehingga nilai-nilai agama tidak bertentangan tetapi justru melengkapi nilai-nilai kebangsaan. Contohnya, prinsip ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dalam Islam memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam sila kedua Pancasila. Dengan Islam kontekstual, ajaran agama bisa lebih fleksibel dan tidak dipaksakan dalam bentuk yang rigid, sehingga memudahkan penerimaan dalam masyarakat yang plural.

Mainstreaming Pancasila: Menjaga Keutuhan dan Identitas Bangsa

Mengarusutamakan (mainstreaming) Pancasila tidak hanya berarti menghafalkan sila-sila yang ada, tetapi juga menjadikannya panduan etis dan prinsip hidup dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah landasan ideologi yang dapat merangkul seluruh elemen bangsa, dan di dalamnya terdapat nilai-nilai universal yang sejalan dengan ajaran agama, termasuk Islam. Dengan menjadikan Pancasila sebagai arus utama, bangsa ini tidak hanya memperkuat kesatuan di tengah keberagaman, tetapi juga mencegah masuknya ideologi transnasional yang berpotensi mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.

Mainstreaming Pancasila adalah upaya sadar untuk menegaskan Pancasila sebagai identitas yang membedakan Indonesia dari bangsa lain, termasuk dari ideologi-ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar kebangsaan kita. Implementasinya mencakup pendidikan Pancasila yang mengakar sejak dini di sekolah, hingga penerapan nilai-nilai Pancasila di institusi pemerintahan dan masyarakat umum. Ketika masyarakat menjadikan Pancasila sebagai pedoman utama, peluang bagi radikalisme atau ideologi asing untuk tumbuh akan semakin kecil.

Sinergi Islam Kontekstual dan Pancasila: Menyongsong Masa Depan Indonesia

Sinergi antara Islam kontekstual dan Pancasila adalah jawaban atas tantangan-tantangan sosial dan politik yang terus berkembang di Indonesia. Keduanya dapat saling menguatkan dalam membangun karakter bangsa yang moderat, toleran, dan berwawasan kebangsaan. Upaya ini penting dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak hanya membawa perubahan positif tetapi juga tantangan ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal.

Sebagai ideologi negara, Pancasila memberikan ruang bagi setiap agama, termasuk Islam, untuk berkembang tanpa menghilangkan akar budaya Indonesia yang harmonis. Melalui Islam yang kontekstual, umat Islam Indonesia dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan lokal dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Inilah yang akan menjadi modal besar dalam menjaga keutuhan dan kedamaian bangsa di tengah dunia yang semakin kompleks.

Di era sekarang, pengarusutamaan Pancasila dan relevansi Islam kontekstual bukan hanya soal menjaga stabilitas, tetapi juga tentang menumbuhkan rasa bangga sebagai warga negara Indonesia yang mampu menjaga keberagaman dan sekaligus menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Dr. Khalilullah, S.Ag., M.Ag.

Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional
1383 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Pancasila

Optimalisasi Pencegahan Kekerasan dalam Pendidikan Anak

3 Mins read
Kekerasan dalam konteks pendidikan adalah masalah serius yang berdampak pada perkembangan psikologis dan sosial anak-anak. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap isu…
Pancasila

Transformasi Pendidikan Dasar Melalui Problem-Based Learning

3 Mins read
Pendidikan adalah fondasi utama dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi penerus bangsa. Salah satu aspek yang menjadi perhatian penting di sekolah dasar…
Pancasila

Kesejahteraan Ketahanan Pangan Melalui Strategi Berkelanjutan

3 Mins read
Ketahanan pangan merupakan sebuah bahasan yang selalu menjadi topik hangat di berbagai negara. Melalui berbagai pendefinisian tentang ketahanan pangan (food security), mempunyai…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.