Prof. Umi Sumbulah pernah menyampaikan bahwa, “karakteristik ideologi tidak akan pernah mati, kapanpun jika ada kesempatan pasti hidup kembali. Wajah-wajah seperti itu dimungkinkan muncul dengan nama berbeda”. Pernyataan ini benar, mengingat satu entitas terlarang; Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terus bergerak memanfaatkan celah menyebarkan ajaran menyimpangnya. Disaat lengah, berbagai upaya dilakukan seakan menabrak keamanan dan ketertiban menjadi perkara amat biasa.
Teranyar, seorang penceramah kelompok terlarang, Maskur (bukan nama sebenarnya) berhasil terciduk menggelar salat idul adha secara ilegal. Selain dilaksanakan diluar waktu ketetapan Pemerintah, Mualim NU, dan Muhammadiyah, yang bersangkutan diduga kuat memanfaatkan fasilitas negara, yakni lapangan Keboen Sajoek/PSP, tanpa membuat laporan berupa izin ke pihak berwajib (Mapolresta Pontianak), namun sekedar berdasarkan Surat Rekomendasi penggunaan lapangan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Kota Pontianak nomor : B/400.4.11.3./473/DISPORAPAR.3./2024 tanggal 14 Juni 2024.
Setelah ditelusuri, Maskur merupakan oknum ASN aktif Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak, lulusan IPDN Jatinangor tahun 2000-an, pernah mendapat beasiswa dari Pemerintah untuk melanjutkan studi di Belanda tingkat S-2. Usai studi, bukannya mengabdi pada negara, namun sebaliknya berperan semakin aktif menyebarkan ideologi khilafah tahririyah sebagai hizbiyyin (sebutan bagi anggota HT), khususnya di Kalimantan Barat.
Menyandang status Pegawai Negeri Sipil di Disporapar, bak gayung bersambut, dibalik kesempitan muncul segudang kesempatan. Posisi strategis di pemerintahan memuluskan agenda yang justru merongrong negara. Hemat Penulis, sudah selayaknya pemangku kebijakan menetapkan status “Siaga Propaganda Kelompok Terlarang HTI”, dan mengenali bentuk lembaga samarannya di bawah tanah, yang juga berhak mendapat perlawanan seluruh elemen masyarakat Indonesia, sebagaimana termaktub dalam tabel berikut ini:
No. | Nama Lembaga Samaran | Bentuk | Pusat Lokasi | Sasaran |
1. | Badan Wakaf Al-Qur’an | Lembaga Filantropi | DKI Jakarta | Semua Kalangan |
2. | Teman Ngopi | Media Sosial & Forum Diskusi | Pontianak | |
3. | Komunitas Literasi Islam | Media Sosial | – | Semua Kalangan |
4. | Inhadul Fikri | Majelis Taklim | Pontianak | Semua Kalangan |
5. | Pustaka Syabab | Penerbit Buku | D.I. Yogyakarta | Semua Kalangan |
6. | Darus Tsaqofah | Majelis Taklim | Kab. Ketapang | Semua Kalangan |
7. | Kajian Trotoar (Katro) | Kajian Ekstrem Jalanan | Tangerang | Kaum Marjinal |
Data di atas menunjukkan sejumlah lembaga kamuflase dibentuk, bahkan terdapat satu yang memiliki legal standing, yaitu “Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA)” Lembaga Filantropi, yang didirikan di DKI Jakarta oleh Heru Binawan (Ideolog HTI). Kini mampu menjangkau seluruh lapisan publik, hingga ke pelosok daerah di bumi nusantara. Didukung gerakan sayap; “Teman Ngopi”, media sosial dan forum diskusi, bermarkas di Kota Pontianak. Eksis pula di instagram; “Komunitas Literasi Islam”, menyasar semua kalangan, generasi muda tanpa kecuali. Belum diketahui pusat koordinasinya.
Kemudian secara berturut-turut, lembaga bunglon lain: Inhadul Fikri, Darus Tsaqofah (Majelis Taklim), Pustaka Syabab (Distributor Buku HTI), dan Kajian Trotoar (Kajian Ekstrem Jalanan), tersebar mulai dari Kota Pontianak, Kabupaten Ketapang, D.I. Yogyakarta, sampai Kabupaten Tangerang, bahkan kaum marjinal (tunawisma) pun ikut diincar.
Jika dilihat dari nama-namanya, sulit untuk mengatakan bahwa pergerakan akar rumput para eks. HTI nyata berbahaya, apalagi dibumbui upaya memerhatikan masyarakat kelas bawah, namun itulah tujuan yang diharapkan, guna membungkus ideologisasi khilafah versi kalangannya. Ketika coba dikritik atau disuguhi wacana berpikir alternatif (moderat), stempel sesat, antek kafir, anti Islam-konsekuensi doktrin Hakimiyah-siap menghampiri.
Pada gilirannya, teologi takfir “Hakimiyah” inilah yang menjadi momok mengerikan andai tetap dibiarkan merajalela, sebab menurut kelompok ekstrem, khilafah termasuk pokok agama (inti akidah). Tidak mau menerapkan atau menolaknya, vonis kekafiran nyata otomatis tersemat, memenggal makna firman Allah SWT (yang artinya):
“Barangsiapa tidak menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (QS al-Maidah [5]:44)
Sayyid Quthb menafsirkan “QS al-Maidah [5]:44, memberikan pernyataan jelas, tegas, dan keumuman dalam kata man (siapa); frasa syarat maupun frasa jawab tersyarat. Terlepas ikatan waktu, tempat, menjadi ketentuan umum berlaku bagi siapapun (termasuk Muslim). Dipukul rata, baik individu/kelompok masyarakat yang tidak berhukum pada “hukum Allah”, atau berbeda pandangan terkait memahami syariat Islam, “tak bisa mengelak” dari stempel kafir tersebut.
Pergerakan kelompok khawarij modern mesti diawasi serius semua pihak. Strategi HTI yang kerap berganti bendera-sementara isinya tetap sama-bila tak ditangani ekstra, akan senantiasa memproduksi benih-benih intoleransi, radikalisme, bahkan tak menutup kemungkinan buahnya (terorisme) lekas dipetik, cepat atau lambat. Oleh karena itu, deteksi dan mitigasi dini perlu dilakukan, diantaranya mengenali, mengetahui, serta memahami nama lembaga samaran, bentuk kemasan maupun karakteristik segmentasi masyarakat yang disasar, berikut efek negatifnya bagi keutuhan ideologi Pancasila dan NKRI.