Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus memperkuat langkah dalam membangun perdamaian melalui rekonsiliasi antara penyintas atau korban aksi terorisme dan mantan pelaku tindak pidana terorisme (napiter) yang sudah mengikuti program deradikalisasi atau mitra deradikalisasi.
Salah satunya dengan menggelar Silaturahmi Kebangsaan Penyintas dan Mitra Deradikalisasi yang bertujuan untuk memupuk ikatan persaudaraan dan memaafkan kesalahan masa lalu, Dalam hal ini, BNPT hadir sebagai representasi negara dalam upaya mendukung pemulihan dan penyembuhan bagi para penyintas, serta membangun hubungan yang lebih baik dengan mantan pelaku terorisme.
Hal itu diungkapkan Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI Mayor Jenderal TNI Roedy Widodo saat menutup rangkaian acara Silaturahmi Kebangsaan antara Penyintas dengan Mitra Deradikalisasi di Golden Tulip Holland Resort Batu, Malang, Jawa Timur pada Kamis (19/9/2024).
“Rekonsiliasi ini menjadi momentum penting dalam membangun narasi damai. Kita ingin membangun komunikasi yang damai, menghargai, memaafkan, dan meneguhkan hubungan simbiosis yang berfokus pada perdamaian,” ujar Mayjen Roedy Widodo.
Lebih lanjut, Deputi 1 BNPT mengungkapkan, kesempatan ini diharapkan menjadi titik balik bagi para mantan napiter untuk meninggalkan masa lalu kelam mereka dan bangkit menjadi pribadi yang lebih baik.
“Ini adalah langkah baik untuk mengedepankan kesadaran, bergandengan tangan bersama penyintas, dan memberi pengaruh positif kepada mereka yang belum tersadar di luar sana dalam menatap masa depan yang damai. Kita semua menyuarakan perdamaian untuk Indonesia,” papar Roedy Widodo.
Menurutnya, kegiatan ini juga sekaligus menjadi perwujudan dari komitmen negara terhadap pemulihan korban tindak pidana terorisme. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 103/PUU-XXI/2023 memberikan ruang bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-hak mereka melalui pengajuan permohonan. BNPT menyadari pentingnya peran negara dalam proses pemulihan ini. Dan kegiatan siilaturahmi kebangsaan menjadi salah satu bukti nyata dari upaya tersebut.
“Langkah perlindungan dan pemulihan terhadap korban merupakan bagian integral dari penegakan hukum atas tindak pidana terorisme, dan kami akan selalu hadir untuk memberikan pemulihan serta peningkatan kesejahteraan bagi para korban,” tandas Roedy.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten 1 Provinsi Jawa Timur, Drs. Benny, M.Si., yang mewakili PJ Gubernur Jawa Timur, menyampaikan apresiasi atas inisiatif BNPT serta komitmen untuk terus memberi dukungan terhadap program ini melalui koordinasi dengan pihak terkait di Jawa Timur.
“Kami menyambut baik acara ini, karena menghubungkan dua kutub yang berbeda, yaitu pelaku dan korban, yang kini disebut penyintas dan mitra deradikalisasi. Program ini menyatukan mereka dalam kesamaan sebagai sesama korban, yang pada akhirnya memperkuat persatuan di antara kedua belah pihak,” ujar Benny.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Brigjen Pol (Purn). Dr. Achmadi, S.H., M.A.P., juga menyampaikan apresiasinya terhadap langkah rekonsiliasi ini. Ia menekankan bahwa kegiatan ini memiliki makna strategis dalam pencegahan tindak pidana terorisme dan pemenuhan hak korban.
“Silaturahmi antara penyintas dan mitra deradikalisasi adalah langkah penting dalam dalam pemenuhan hak korban, pencegahan dan penanggulangan terorisme. Serta program ini bisa menjadi contoh di tingkat internasional,” kata Achmadi.
Ia menambahkan bahwa LPSK dan BNPT terus menjalin komunikasi yang intens untuk memastikan hak-hak korban dapat dipenuhi sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No. 103/PUU-XXI/2023. Achmadi pun mengajak para penyintas untuk bangkit dan tetap menjadi insan yang kuat.
“Jadilah penyintas yang tangguh, untuk diri sendiri, keluarga, dan bangsa kita,” tegasnya.
Muhanan, seorang mantan narapidana terorisme, mengungkapkan rasa terima kasihnya yang mendalam kepada para penyintas atas pengertian dan kemurahan hati dalam memaafkan kesalahan masa lalu. Ia menyadari betapa pentingnya proses pemulihan ini dan mengapresiasi kesempatan yang diberikan untuk merajut kembali hubungan yang telah retak akibat tindakan terorisme sebelumnya.
“Saya melihat rekan-rekan penyintas sangat penuh sopan santun, mudah memaafkan meskipun menyimpan rasa duka yang dalam. Kami memohon maaf atas apa yang telah kami lakukan, dan semoga Allah mengampuni dosa kita semua,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chusnul, seorang penyintas Bom Bali Satu, menyatakan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan untuk berpartisipasi dalam acara ini. Ia mengungkapkan betapa berarti dapat terlibat langsung dalam kegiatan ini, untuk berbagi pengalaman dan mendukung sesama dalam proses pemulihan dan rekonsiliasi.
“Saya sangat senang mengikuti acara ini karena bisa berbincang, saling menyemangati, dan bertemu dengan rekan-rekan yang merasakan penderitaan serta trauma yang sama,” ujar Chusnul.