Hiperkapitalisme merupakan konsep ekonomi yang banyak dianut oleh berbagai pihak, bahkan tanpa kita sadari hal tersebut telah merasuk ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Sulit sekali rasanya menghindari sebuah sistem yang telah terjaring di seluruh dunia yang dirancang bagai bangunan kokoh yang sulit untuk dirobohkan.
Contoh sederhana masuknya sistem hiperkapitalisme dalam kehidupan kita adalah banyaknya iklan yang menjajakan berbagai produk. Atau lebih sederhananya lagi, seperti yang dikatakan oleh Tim Kasser bahwa lonjakan kata konsumen lebih tinggi daripada kata warga.
Berangkat dari akan kebutuhan manusia terhadap materialisme yang mencakup pada aspek kekayaan, kepemilikan, citra, dan status. Tim Kasser menyebut bahwa perkembangan kebutuhan materialisme pada diri manusia mengalami perkembangan dan perubahan, mulai dari pandangan awal manusia terhadap materialisme yang hanya sekadar membutuhkan tanah hingga menjadi semakin kompleks pada aspek yang telah disebutkan. Semua itu didasari oleh sifat manusia itu sendiri yang ingin selalu mencari sesuatu yang lebih.
Buku Larry Gonick dan Tim Kasser, Hiperkapitalisme: Ekonomi Modern, Nilai-Nilainya, dan Bagaimana Mengubahnya, adalah kritik untuk menggugat pemahaman kita bahwa pengonsumsian secara berlebihan terhadap barang-barang bermerek tentunya tidak baik.
Sepanjang dua belas bab bukunya, Larry Gonick dan Tim Kasser menyediakan penjelasan yang sederhana, lucu, dan menarik disertai dengan gambar yang apik mampu membuat para membaca mudah memahami penjelasan terkait bagaimana jalannya sistem hiperkapitalisme dan bagaimana cara untuk mengatasinya.
Singkatnya, keduanya ingin membawa pesan kepada para pembaca bahwa kita harus menyadari dan mengambil pilihan bijak dalam berbelanja dan dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Tim Kasser mencatat bahwa memang pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang fundamental. Ahli psikologi dari Universitas Knox ini menambahkan bahwa tujuan manusia pada aspek yang telah disebutkan cenderung bertentangan terhadap kesejahteraan orang lain, juga bisa mengganggu segi pribadi dan spiritual seseorang. Ia mengidentifikasi bahwa orang yang terus menerus ingin menggapai hal tersebut menunjukkan sifat yang merusak orang di sekitarnya bahkan termasuk alam.
Dalam bab pertama buku ini menampilkan bagaimana sistem ekonomi kapitalis berkaitan dengan nilai. Pada hakikatnya manusia ingin mencapai kesejahteraan dalam hidupnya dengan menampilkan beberapa tokoh filsafat dan para perintis agama seperti nabi yang mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa digapai dengan cara yang lebih baik. Bukan semata-mata berfokus untuk mengumpulkan materi saja.
Pada prinsipnya nilai merupakan sesuatu yang layak dikejar, namun setiap orang tentu memilik nilai berbeda yang dapat menimbulkan pertentangan (konflik). Nilai bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial, ekonomi, budaya, agama, maupun media. Lambat laun setiap orang pasti memiliki tujuan pribadinya masing-masing dan ingin menggapainya. Elemen penting dalam buku tersebut menjadi krusial karena melihat bagaimana sistem ekonomi kapitalis bekerja hingga mencapai bentuk ekstrimnya, yaitu hiperkapitalisme.
Bagaimana Sistem Ekonomi Kapitalis Bekerja
Sistem ekonomi kapitalis dalam buku ini dijelaskan dengan perumpamaan cerita sehingga para pembaca bisa mengetahui bagaimana alurnya dari muara hingga ke hilir. Hal yang paling penting dalam ekonomi kapitalis adalah cara untuk meraup laba sebesar-besarnya.
Suatu perusahaan untuk mencapai hal tersebut tentu banyak yang harus dikorbankan, seperti upah pekerja yang murah tapi dengan kualitas produk yang baik, memasang iklan di berbagai sudut kota agar masyarakat tertarik untuk terus membeli, dan sebagainya.
Bahkan Tim Kasser menyebut bahwa negara sendiri merupakan alat untuk melanggengkan sistem kapitalis dengan membuat berbagai lembaga, seperti hukum untuk mengatur undang-undang yang tentu saja menguntungkan para pebisnis, serta aparat negara yang bekerja demi melindungi para kapital.
Setiap pebisnis tentu ingin perusahaannya maju dan membuka gerai di mana-mana dengan membentuk berbagai dewan yang akan menata dan memikirkan kemajuan bisnis. Hingga pada puncaknya ketika perusahaan itu telah mapan dan besar, ia berubah menjadi korporasi konglomerat yang digambar oleh Larry Gonick semacam kaki seribu yang memakai jas dan topi pandora. Bahkan korporasi lebih memiliki pengaruh dibandingkan negara. Lewat tangan-tangan yang tak terlihat para korporasi bisa tersebar di berbagai negara demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tim menjelaskan dengan sangat gamblang bagaimana semua proses-proses itu dengan alur yang baik sehingga mudah dipahami, bahkan dari berbagai kalangan. Namun hal yang paling rumit ketika mendapatkan sebuah sindiran yang menohok pada beberapa peristiwa tertentu.
Jelas sekali bahwa Tim dan Larry Gonick memang ingin menyinggung pihak korporat dan mereka yang memuja sistem hiperkapitalisme, seperti seorang tokoh yang berbelanja barang-barang yang tidak berguna, uang adalah uang tidak lebih bahkan keduanya menolak istilah “time is money”, karena keduanya merupakan hal yang berbeda. Waktu yang berharga apalagi saat memakainya untuk hal yang bermanfaat tidak akan bisa dibeli dengan uang, misalnya saja waktu dengan keluarga, waktu buat diri sendiri.
Sementara uang hanya sekadar benda mati, Tim dan Gonick setuju bahwa orang-orang yang menganggap uang bisa membuatmu bahagia hanya seorang pecundang yang tidak tahu makna hidup. Tampaknya Tim dengan keahlian analisa psikologinya jelas mau menyadarkan orang-orang agar tidak terjerat dari Hiperkapitalisme.
Perubahan Itu Bisa dan Harus Dilakukan dengan perlahan Perlahan
Dalam buku setebal 230 halaman ini tidak hanya menjelaskan keburukan sistem hiperkapitalisme yang telah merusak orang-orang semata. Buku ini juga mengajak kita untuk perlahan mulai bijak dalam melakukan kegiatan ekonomi. Tidak melanggengkan korporasi yang merusak kesejahteraan masyarakat kalangan bawah dan alam.
Buku ini mengajak semua orang untuk memperhatikan beberapa hal untuk tidak tunduk pada sistem hiperkapitalisme dengan sadar dalam melakukan kegiatan ekonomi, seperti berbelanja dengan melihat pihak perusahaan jejak perusahaan tersebut. Dalam buku ini, Tim memberikan beberapa situs internet yang bisa diakses agar semua orang bisa belajar mengetahui kegiatan belanja, singkat edukasi shoping. Hal ini bertujuan untuk semua orang tahu bahwa uangnya tidak dibelanjakan dengan sia-sia.
Selain itu, buku ini mendukung kegiatan produksi dalam negeri agar perputaran uang bisa menaikkan negara. Jika kita melihat pada konteks di Indonesia, masih banyak anak muda yang menggandrungi barang-barang bermerek luar negeri. Sudah pasti lebih berkualitas bahkan mampu menaikkan status sosial dan citra di masyarakat. Semua orang sudah seharusnya mendukung perkembangan produk lokal dan bisnis UMKM untuk menggenjot perekonomian di Indonesia.