Masalah riset dan inovasi di Indonesia menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia mengingat negara-negara tetangga yang dekat dengan Indonesia jauh lebih maju dan Indonesia masih sangat jauh tertinggal. Berdasarkan data dari World Intellectual Property Organization, peringkat riset dan inovasi Indonesia berada dibawah negara Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Menurut kepala IPH Badan Riset dan Inovasi Negara (BRIN), ketertinggalan Indonesia di bidang riset dan inovasi disebabkan karena ekosistem yang tidak mendukung. Di Indonesia memang banyak sekali peneliti profesional dan lulusan universitas terbaik, namun penemuan mereka tidak diterima dengan baik oleh pemerintah setempat.
Pemerintah kurang mengakui penemuan-penemuan yang dilakukan oleh para ahli dari Indonesia dan ini membuat peneliti terkenal dari Indonesia justru sukses di luar negeri dan penemuan mereka lebih bermanfaat diluar negeri. Padahal penemuan mereka lebih dibutuhkan di negeri ini yang masih mengalami banyak masalah di berbagai sektor dan penanganan dari masalah tersebut masih belum terselesaikan. Selain itu, investasi perusahaan Indonesia dan dana riset yang diberikan pemerintah hanya sekitar 0,02 % dan 0,04% dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura (1,26%), Thailand (0,27%) dan Vietnam (0,21%).
Banyak permasalahan di Indonesia yang masih belum terselesaikan dan pada artikel ini, masalah yang dibahas lebih terspesialisasi kepada masalah stunting yang penyelesaian masalahnya seharusnya memerlukan solusi dan inovasi yang dapat efektif mengatasi permasalahan tersebut. Stunting menjadi salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintahan Indonesia saat ini.
Prevalensi stunting di Indonesia memang dikabarkan menurun pada tahun 2021 dari 24,4% hingga 21,6%. Namun, angka prevalensi ini masih tergolong tinggi. Pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14% pada tahun 2024. Angka stunting mulai berkurang di beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten.
Permasalahan stunting tidak hanya terjadi pada masyarakat golongan bawah saja, namun umumnya juga terjadi pada masyarakat kelas menengah dan atas. Mereka mampu untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pangan, namun karena kurangnya informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam makanan.
Kebanyakan masyarakat berpendapatan tinggi memberi konsumsi kepada anak-anak mereka dengan makanan-makanan instan ketimbang membeli makanan yang banyak mengandung gizi yang tinggi. Bahkan ada beberapa posyandu di Indonesia yang kurang memperhatikan kandungan gizi yang tepat pada makanan yang akan dikonsumsi oleh balita maupun anak bayi.
Stunting menjadi masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia sekarang. Apabila masalah ini terus dibiarkan, maka akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak dan tidak dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Kekurangan gizi di Indonesia disebabkan karena kurangnya protein hewani dalam tubuh.
Konsumsi ikan di Indonesia sangat kurang. Padahal produksi ikan di Indonesia sangat besar yaitu mencapai sekitar 6,43 juta ton pada tahun 2020. Jumlah ini seharusnya cukup untuk seluruh masyarakat Indonesia, namun sangat disayangkan warga Indonesia kurang mengonsumsi ikan-ikanan yang didalamnya mengandung banyak protein untuk tumbuh kembang yang baik. Kurangnya pengetahuan dan Informasi yang didapatkan oleh masyarakat Indonesia membuat konsumsi ikan di Indonesia menurun.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang berpikir bahwa ikan yang mengandung gizi tinggi adalah jenis ikan yang harganya mahal seperti salmon.Padahal kandungan gizi salmon setara dengan kandungan gizi ikan kembung karena sama-sama mengandung omega 3 dan protein, hanya saja kandungan omega 3 pada ikan salmon sebanyak 5,134 mg dan kandungan omega 3 pada ikan kembung sebanyak 4,123 mg.
Ikan kembung bahkan memiliki kandungan omega 3 yang lebih tinggi daripada ikan salmon dan bisa didapatkan dengan mudah di Indonesia. Selain ikan-ikanan, sayur-sayuran juga dibutuhkan untuk mengatasi stunting. Tidak harus sayur-sayuran mahal, sayuran seperti bayam dan sawi juga memiliki kandungan yang tinggi.
Menanggapi permasalahan tersebut, perlu ada upaya penanganan dari semua pihak masyarakat. Dari segi kesehatan sudah ada penanganannya yaitu melalui upaya pemerintah pada Peraturan Presiden no.42 tahun 2013 tentang Gerakan Perbaikan Gizi, menugaskan 13 kementerian sesuai dengan tugas mereka, bersama-sama membantu dalam mengatasi permasalahan stunting. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah salah satunya adalah dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk meningkatkan status gizi anak.
Sampai tahun 2019, Pemerintah sudah menetapkan 160 kabupaten di Indonesia yang menjadi prioritas dalam penanganan stunting. Kementerian kesehatan merilis sebanyak 725 ibu hamil di Papua sudah mendapatkan PMT. Pemerintah juga sudah membangun infrastruktur sanitasi dan air minum dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan Tempat Pengolahan Air (TPA) di beberapa daerah.
Selain itu, pemerintah melalui kementerian kesehatan memastikan bahwa makanan tambahan yang disediakan oleh posyandu tidak hanya berupa biskuit, namun dengan tambahan makanan lokal. Ini sudah diterapkan di 16 provinsi mulai tahun 2022.
Selain penanganan dari sisi kesehatan, juga perlu penanganan dari bidang non kesehatan. Minimnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat disebabkan karena masyarakat tidak begitu peduli tentang kesehatan gizi dan tidak tertarik untuk mencari tahu mengenai hal tersebut.
Oleh karena itu, diharapkan BRIN segera memfasilitasi programmer terbaik untuk merancang sebuah aplikasi anti-stunting yang setara dengan aplikasi gojek, halodoc, atau pedulilindungi. Di dalam aplikasi tersebut berisi tentang kandungan gizi pada setiap makanan.
Aplikasi yang dibuat akan terhubung dengan posyandu-posyandu yang ada di seluruh Indonesia untuk bisa memantau kandungan gizi dalam setiap makanan yang disediakan posyandu. Setiap harinya setiap posyandu akan membuat daftar menu makanan yang akan disajikan per hari dan aplikasi tersebut akan memeriksa melalui artificial intelligence dan akan keluar hasilnya apakah makanan tersebut mengandung gizi yang seimbang dan layak dikonsumsi.
Hal ini juga bisa diterapkan pada orangtua yang memiliki anak balita untuk memastikan kandungan gizi yang ada dalam makanan bayi/balita. Iklan produk ini akan tersebar dimana-mana, jadi setiap membuka aplikasi baik itu game, berita, dll akan muncul iklan aplikasi ini dan dengan iklan yang semenarik mungkin sehingga dapat memancing pengguna untuk mengunduh.
Pengguna bisa memantau tumbuh kembang bayi dan balitanya melalui aplikasi tersebut, ada petunjuk berat dan tinggi badan yang sesuai dengan usia bayi dan balita. Aplikasi ini harus dilengkapi dengan tanda-tanda bayi dan balita sehat, gejala penyakit, dan bagaimana mengatasinya. Aplikasi ini harus mudah digunakan, semudah ibu-ibu mengakses belanja online.
Jika kebutuhan akan informasi mengenai gizi bayi dan balita bisa dipenuhi dengan mudah, maka semakin banyak bayi dan balita terhindar dari stunting. Dengan demikian, negara kita dapat bertumbuh dengan kualitas SDM yang unggul dan bisa bersaing dengan negara lain.