NKRI

Sultan Hamengkubuwono IX: Pahlawan yang Menyumbang 6,5 Juta Gulden untuk Kas Negara

4 Mins read

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada 23 April 1912 di Yogyakarta. Beliau adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ayu Murtiningsih. Sejak usia muda, ia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap dunia politik dan kepemimpinan. Setelah menempuh pendidikan di beberapa lembaga pendidikan, Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Sultan pada tahun 1940, menggantikan ayahnya, yang saat itu sudah berusia lanjut.

Ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 diumumkan oleh Sukarno dan Moh. Hatta, Hamengkubuwono IX segera mengambil sikap tegas. Dua hari setelah proklamasi, beliau mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator.

Sultan bersama Paku Alam VIII mengeluarkan maklumat pada 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia. Keputusan ini menandai awal dari era modern bagi Yogyakarta, di mana daerah tersebut tidak lagi menjadi entitas negara sendiri, tetapi berfungsi sebagai bagian dari negara republik.

Dukungan penuh yang diberikan Hamengkubuwono IX kepada republik terbukti saat pemerintah Indonesia yang baru berdiri menghadapi ancaman dari kekuatan kolonial yang ingin kembali. Beliau mengundang para tokoh nasional untuk pindah ke Yogyakarta, menyatakan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibu kota negara yang baru. Ini menunjukkan komitmen dan kepemimpinan yang kuat dari Hamengkubuwono IX dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Dikutip dari laman kratonjogja, Sebagai Sultan, ia pun memberikan dukungan finansial yang signifikan untuk pemerintahan republik. Segala urusan pendanaan selama pemerintahan di Yogyakarta, termasuk gaji Presiden dan Wakil Presiden, staf, operasional TNI, dan biaya perjalanan delegasi ke luar negeri, diambil dari kas keraton.

Sultan Hamengkubuwono IX tidak pernah mencatat berapa banyak uang yang dikeluarkan, karena bagi beliau, semua ini adalah bagian dari perjuangan untuk bangsa. Ia juga memberi amanat kepada penerusnya untuk tidak menghitung kembali harta keraton yang digunakan untuk kepentingan republik.

Putra HB IX, Gusti Bendara Pangeran Hario Prabukusumo, pernah menuturkan teladan Sultan yang masih diingat keluarga adalah semangat pengabdiannya secara sukarela kepada republik pada masa awal terbentuk. Kala kas negara kosong setelah proklamasi kemerdekaan, HB IX berinisiatif menyumbang sebagian kekayaan yang dimiliki keraton untuk kas negara sekitar 6,5 juta gulden.

Setelah menyatakan diri bergabung bersama Indonesia, HB IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6,5 juta gulden kepada pemerintah Indonesia melalui Sukarno. “Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi. Silahkan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta,” kata Sri Sultan HB IX saat itu kepada Sukarno sembari menyerahkan selembar cek 6,5 juta Gulden. Sukarno menangis karenanya.

Pada tahun 1949, ketika Sukarno dan kabinet harus kembali ke Jakarta, Hamengkubuwono IX menyampaikan pesan perpisahan yang penuh emosi. Ia menyatakan, “Yogyakarta sudah tidak memiliki apa-apa lagi, silakan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta.” Pernyataan ini mencerminkan sikap pengabdian dan ketulusan beliau dalam mendukung negara.

Sejarah mencatat bahwa perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan penuh dengan tantangan. Di akhir era Orde Lama, ketika Soeharto mengambil alih pemerintahan, kepercayaan dunia terhadap Indonesia berada pada titik terendah. Hamengkubuwono IX berupaya memulihkan citra negara dengan melakukan diplomasi internasional, meyakinkan negara-negara tetangga bahwa Indonesia masih eksis. Usahanya ini membantu memulihkan kepercayaan internasional secara perlahan.

Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, Sultan Hamengkubuwono IX juga mengisi berbagai posisi penting dalam pemerintahan. Beliau menjadi Menteri Negara pada era Kabinet Syahrir dan Kabinet Hatta, serta menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada masa kabinet Hatta II. Sultan mengemban posisi sebagai Wakil Perdana Menteri hingga diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang kedua pada tahun 1973.

Di luar perannya dalam politik, Sultan Hamengkubuwono IX diakui sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan menerima penghargaan Bronze Wolf dari World Scout Committee sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya terhadap kepanduan dunia.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX wafat pada 2 Oktober 1988 di George Washington University Medical Center, Amerika Serikat. Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja di Imogiri, diiringi oleh ribuan pengikut yang merasa kehilangan. Pada tahun 1990, Hamengkubuwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden Republik Indonesia Nomor 053/TK/Tahun 1990, mengakui jasanya yang luar biasa untuk bangsa. Pengabdian dan dedikasinya terhadap Indonesia akan selalu dikenang sebagai bagian dari sejarah perjuangan kemerdekaan.

Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya melalui pengumuman yang disampaikan oleh Sukarno dan Moh. Hatta. Dalam momen bersejarah tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera mengambil tindakan tegas. Hanya dua hari setelah proklamasi, beliau mengirimkan telegram ucapan selamat kepada para proklamator, menunjukkan dukungan dan komitmennya terhadap Republik yang baru lahir.

Selang dua minggu, tepatnya pada 5 September 1945, beliau bersama Paku Alam VIII mengeluarkan maklumat yang menegaskan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian, Yogyakarta secara resmi memasuki era modern, bertransformasi dari entitas negara sendiri menjadi bagian integral dari negara republik.

Keputusan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mendukung Republik dibuktikan dengan pengabdian yang total, di mana beliau mengundang tokoh-tokoh bangsa untuk beralih ke Yogyakarta saat menghadapi ancaman dari pemerintah kolonial yang kembali. Dalam situasi tersebut, Sri Sultan mengungkapkan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibukota Republik yang baru berdiri. Dukungan finansial yang diberikan oleh beliau sangat signifikan. Selama periode pemerintahan republik di Yogyakarta, semua urusan pendanaan diambil dari kas keraton.

Hal ini mencakup gaji Presiden dan Wakil Presiden, staf, operasional TNI, serta biaya perjalanan dan akomodasi untuk delegasi-delegasi yang dikirim ke luar negeri. Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak pernah menghitung jumlah pengeluaran tersebut, karena baginya, kontribusi ini adalah bagian dari perjuangan. Ia juga memberi amanat kepada penerusnya agar tidak meminta kembali harta keraton yang telah digunakan untuk kepentingan republik.

Pada tahun 1949, ketika Sukarno-Hatta dan seluruh jajaran kabinet harus kembali ke Jakarta, Sri Sultan menyampaikan pesan perpisahan yang penuh kesedihan. Ia menyatakan, “Yogyakarta sudah tidak memiliki apa-apa lagi, silakan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta,” katanya, menegaskan komitmennya untuk mendukung pimpinan Republik. Pernyataan ini mencerminkan kesetiaannya kepada negara, sejalan dengan telegram yang dikirimnya dua hari setelah proklamasi, di mana Sultan menyatakan kesanggupannya untuk berdiri di belakang pimpinan.

Sejarah mencatat bahwa perjuangan Indonesia untuk mencapai bentuknya saat ini mengalami fase pasang surut. Pada akhir era Orde Lama, ketika Soeharto mengambil alih kekuasaan, kepercayaan dunia terhadap Indonesia berada pada titik terendah. Dalam situasi sulit ini, Sri Sultan Hamengkubuwono IX berinisiatif keliling dunia untuk meyakinkan pemimpin negara-negara tetangga bahwa Indonesia masih ada dan beliau tetap menjadi bagian dari negara itu. Usahanya ini berkontribusi pada pemulihan kepercayaan internasional terhadap Indonesia.

Sepanjang perjalanan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengabdikan diri dalam berbagai posisi. Sultan merupakan pejuang kemerdekaan yang diakui dan juga menjabat sebagai Menteri Negara dalam berbagai kabinet, mulai dari Kabinet Sjahrir hingga Kabinet Hatta. Di masa kabinet Hatta II dan hingga masa RIS, beliau menjabat sebagai Menteri Pertahanan, kemudian menjadi Wakil Perdana Menteri di Kabinet Natsir.

Sri Sultan terus mengemban berbagai jabatan hingga pada 1973, ia menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang kedua. Jabatan ini dipegangnya hingga 23 Maret 1978, ketika dia menyatakan pengunduran diri.

Selain berperan di bidang politik, Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, di mana beliau menerima medali Bronze Wolf dari World Scout Committee sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam kepanduan dunia. Pada malam tanggal 2 Oktober 1988, saat berkunjung ke Amerika, beliau meninggal di George Washington University Medical Center dan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-raja di Imogiri.

Pemakaman beliau diiringi oleh banyak orang yang berduka, serta pohon beringin Kyai Wijayandaru yang roboh, menjadi simbol kesedihan yang mendalam. Berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor 053/TK/Tahun 1990, pada 30 Juli 1990, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dianugerahi gelar Pahlawan Nasional atas jasa-jasa yang telah diberikan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Angelina Tiara Puspitalova
Jurnalis Tempo

1672 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
NKRI

Ayat, Ambisi, dan Api Konflik: Eksploitasi Religi dalam Kekerasan Maluku

3 Mins read
Konflik kekerasan kembali mencederai tanah Maluku. Pekan lalu, di Seram Utara, Maluku Tengah, bentrokan pecah antara masyarakat Sawai yang mayoritas Muslim dan…
NKRI

Rupiah Terus Tertekan: Indonesia di Mana?

2 Mins read
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan publik. Pada 9 April 2025, rupiah dibuka pada level Rp16.900…
NKRI

Melawan Pelintiran Kebencian di Maluku; Belajar dari Masa Lalu

2 Mins read
Baru-baru ini terjadi konflik sosial antara warga Desa Sawai dan Desa Rumah Olat, di Seram Utara, Maluku. Idealnya, konflik tersebut dapat terselesaikan…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.