Bhinneka Tunggal Ika

Toleransi di Ujung Barat: Pelajaran dari Pusong Lama Lhokseumawe

4 Mins read

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia sering kali dipandang dari sudut pandang monolitik, seolah-olah hanya ada satu wajah, satu tradisi, dan satu keyakinan yang mendominasi. Namun, kenyataannya, bangsa ini dibangun di atas fondasi keragaman yang kaya dan pluralitas yang sangat luas. Salah satu contoh kecil tapi penuh makna dari keragaman ini dapat dilihat di Pusong Lama, sebuah wilayah di Kota Lhokseumawe, Aceh.

Pusong Lama mungkin tidak setenar Banda Aceh atau Sabang, namun ia menyimpan cerita menarik mengenai kerukunan antarumat beragama yang patut menjadi teladan. Di tengah lanskap Aceh yang identik dengan penerapan Syariat Islam, Pusong Lama memperlihatkan bagaimana sebuah komunitas dengan berbagai latar belakang agama dan budaya dapat hidup berdampingan dalam damai. Lantas, apa yang bisa kita pelajari dari wilayah ini tentang toleransi beragama?

Warna-warni Sejarah Pusong Lama

Pusong Lama, seperti banyak wilayah lainnya di Aceh, memiliki sejarah panjang sebagai jalur perdagangan yang menghubungkan berbagai bangsa. Letaknya yang strategis di pesisir timur Aceh membuat wilayah ini sering kali menjadi pintu masuk bagi para pedagang dari berbagai penjuru dunia. Mulai dari India, Arab, Tiongkok, hingga Eropa, berbagai bangsa telah singgah di wilayah ini, membawa serta keyakinan, budaya, dan tradisi mereka.

Di kawasan ini kita akan menjumpai potret tiga tempat ibadah yang berdekatan, yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Metodist Indonesia (GMI), dan Vihara Tirta Buddha. Sementara itu, tak jauh dari ketiga tempat ibadah tersebut, beberapa masjid berdiri megah. Salah satunya adalah berdirinya Masjid Islamic Center Lhokseumawe yang menjadi simbol pusat kota. Meski melambangkan kuatnya syariat Islam di kota Lhokseumawe, namun kawasan ini tetap menjaga kerukunan antar pemeluk agama lain.

Tak mengherankan, dengan latar sejarah yang kosmopolit, penduduk Pusong Lama pun tumbuh dalam keberagaman. Meskipun mayoritas masyarakat Aceh memeluk agama Islam, di Pusong Lama juga terdapat penduduk yang menganut agama Kristen dan Budha, serta budaya Tionghoa yang masih tersisa dari masa lampau. Kehadiran tempat ibadah yang berbeda di wilayah ini, seperti masjid, gereja, dan vihara, adalah bukti nyata keberagaman yang tumbuh subur di kawasan ini.

Meniti Kehidupan dalam Harmoni

Salah satu hal menarik dari Pusong Lama adalah bagaimana masyarakat di sini mampu mempraktikkan toleransi beragama dengan sangat baik. Dalam keseharian, kita akan menemukan bahwa interaksi sosial tidak terhalang oleh perbedaan agama. Misalnya, pada hari-hari besar agama, masyarakat lintas agama saling menghormati dan bahkan turut merayakan, meski dengan cara yang berbeda.

Ketika Idul Fitri tiba, umat Kristen dan Budha di Pusong Lama sering kali ikut merasakan suka cita dengan datang berkunjung ke rumah-rumah tetangga Muslim mereka. Sebaliknya, saat Natal atau Nyepi, umat Islam pun menunjukkan solidaritasnya dengan tidak membuat keributan yang mengganggu ibadah mereka. Sikap saling menghormati dan pengertian seperti ini menjadi landasan utama dari kerukunan yang terjalin di wilayah tersebut.

Keberadaan forum-forum masyarakat lintas agama juga semakin memperkuat jalinan silaturahmi ini. Forum-forum ini kerap mengadakan diskusi dan kegiatan bersama untuk mempererat persaudaraan, serta menyelesaikan masalah-masalah yang mungkin muncul. Ini menunjukkan bahwa toleransi beragama bukan sekadar retorika, tetapi dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kota Lhokseumawe, sebagai bagian dari Provinsi Aceh, memiliki keunikan tersendiri dalam penerapan Syariat Islam. Sebagai provinsi yang memiliki otonomi khusus, Aceh telah menerapkan hukum Syariat sejak tahun 2001. Hal ini tentu saja membawa tantangan tersendiri bagi masyarakat non-Muslim di wilayah tersebut, termasuk di Pusong Lama.

Namun, meskipun tantangan ini ada, warga Pusong Lama tampaknya berhasil menemukan cara untuk hidup berdampingan tanpa harus kehilangan identitas agama masing-masing. Misalnya, ada aturan-aturan tertentu yang harus dihormati oleh seluruh penduduk, seperti dalam berpakaian atau perilaku di ruang publik, yang diatur oleh hukum Syariat. Kendati demikian, masyarakat non-Muslim di Pusong Lama tetap diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah dan tradisi agama mereka.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa toleransi bukan berarti sepenuhnya bebas dari perbedaan pandangan atau potensi konflik. Namun, toleransi berarti adanya kemampuan untuk hidup bersama meski ada perbedaan tersebut, serta adanya niat baik untuk saling memahami dan menghormati keyakinan masing-masing. Di Pusong Lama, hal ini tampaknya berhasil diwujudkan.

Salah satu kunci sukses toleransi beragama di Pusong Lama terletak pada tingginya pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan. Pendidikan di sini bukan hanya tentang pengetahuan akademis, tetapi juga mencakup pendidikan moral dan etika, termasuk nilai-nilai toleransi. Sekolah-sekolah di Pusong Lama umumnya mengajarkan pentingnya hidup berdampingan dengan harmonis, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik secara damai.

Selain itu, peran tokoh masyarakat, baik tokoh agama maupun tokoh adat, juga sangat signifikan. Mereka sering kali menjadi mediator dalam menyelesaikan perselisihan, sekaligus menjadi panutan dalam mencontohkan perilaku toleran dan inklusif. Para tokoh agama, misalnya, tidak jarang berkumpul bersama dalam acara-acara sosial atau diskusi lintas agama, memperlihatkan bahwa perbedaan keyakinan tidak harus menjadi pemisah, melainkan bisa menjadi titik temu untuk saling belajar dan menguatkan.

Refleksi untuk Indonesia

Kisah Pusong Lama menawarkan refleksi penting bagi kita semua, terutama dalam konteks Indonesia yang semakin beragam dan kompleks. Di tengah maraknya isu intoleransi dan konflik berbasis agama yang kerap muncul di berbagai belahan tanah air, Pusong Lama menjadi contoh nyata bahwa harmoni antaragama itu mungkin diwujudkan, bahkan di wilayah yang dikenal dengan penerapan Syariat Islam yang ketat.

Tentu saja, tidak semua wilayah di Indonesia memiliki dinamika sosial yang sama dengan Pusong Lama, namun prinsip-prinsip yang dipegang oleh masyarakat di sana dapat menjadi inspirasi. Prinsip saling menghormati, memahami, dan mendukung satu sama lain dalam keberagaman merupakan fondasi penting yang harus terus diperkuat.

KeberagamanĀ agamaĀ dan budaya adalah bagian integral dari identitas Indonesia. Jika kita ingin merawat dan memperkuat persatuan bangsa, maka toleransi beragama bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan. Pusong Lama menunjukkan bahwa dengan niat baik dan usaha bersama, kita bisa menciptakan masyarakat yang rukun, di mana perbedaan tidak dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan yang memperkaya kehidupan kita semua.

Pusong Lama di Lhokseumawe menjadi sebuah contoh kecil tapi penting tentang bagaimana toleransi beragama bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah tantangan dan perbedaan, masyarakat di sana berhasil menjaga harmoni dan kedamaian. Ini adalah sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa kerukunan dan kebersamaan tidak hanya mungkin, tetapi juga sangat diperlukan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

 

Yusrizal Hasbi

Kepala Pusat Studi Hukum, Sosial dan Politik Universitas Malikussaleh/Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
1273 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Pengabdian Sosial: Kemuliaan Orang Islam yang Tak Banyak Diminati

3 Mins read
Indonesia merupakan negara yang kaya institusi sosial yang membuat masyarakat tidak kehabisan tempat atau sarana untuk mengabdi dan mempererat silaturahmi. Di antara…
Bhinneka Tunggal Ika

Asal usul Bahasa Pemersatu: Mengapa Melayu, dan Bukan Jawa?

5 Mins read
Dari lintasan sejarah, bahasa Melayu mulai diketahui keberadaannya sejak penghujung abad ke-7 (Melayu Kuno pada prasasti-prasasti Kerajaan Sriwijaya, Sumatra Selatan) dan lebih…
Bhinneka Tunggal Ika

Rais Syuriah PBNU: Jangan Terpancing Untuk Adu Domba NU dengan Habaib

5 Mins read
Polemik nasab Habaib di Indonesia hingga hari ini masih terus bergelinding, berbagai pro maupun kontra bermunculan terutama di media sosial, berbagai narasi…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.