Prosesi pernikahan dalam masyarakat Indonesia mempunyai beragam tradisi, tradisi yang mempunyai makna mendalam dan mempunyai hubungan dengan agama sehingga masyarakat Indonesia menjalaninya dengan sangat telaten, seperti tradisi Mandi Berdimbar yang ada di daerah Langkat, beberapa masyarakat melayu masih menjalankan traddisi Mandi Berdimbar.
Dilansir dari laman detik.com Mandi berdimbar adalah istilah yang berasal dari budaya Melayu yang merujuk kepada amalan mandi atau berendam di dalam air dengan tujuan untuk membersihkan diri daripada kotoran rohani atau fiskal. Ia seringkali dikaitkan dengan upacara tradisional atau adat tertentu dalam masyarakat Melayu.
Dikutip dari Laman Kementrian Agama Republik Indonesia, radisi Mandi Berdimbar biasa dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yang hendak menikah. Pada dasarnya tujuan Mandi Berdimbar adalah merupakan ajaran dan peringatan kepada kedua calon pengantin agar melaksanakan mandi besar (junub). Dan juga harapan bagi orang tua kelak anaknya diberikan kemudahan dalam menjalani bahtera rumah tangga.
1. Perlengkapan Mandi Berdimbar
Dalam melaksanakan kegiatan ini, memerlukan perlengkapan dan peralatan antara lain :
Sebuah bangunan yang disebut dengan panca persada, berbentuk segi 5 dengan tiang 5 buah dihiasi oleh daun kelapa dan hiasan yang seindah mungkin.
2 buah gebok/guci sejenis tempayan berisi air dan gebok ini dihiasi oleh anyaman pandan berbentuk lipan.
1 buah talam berisikan 2 butir telur ayam, 1 perangkat tepung tawar, beras putih dan beeras kuning.
1 gulung benang bola yang besar.
1 mayang/bunga pinang
1 buah dulang dengan perlengkapan alat kosmetik, sisir, cermin dan lain-lain.
2. Pelaksanaan Mandi Berdimbar
Adapun pelaksanaan mandi ini ada beberapa langkah, yaitu :
Langkah pertama adalah menempatkan pengantin di panca persada, dimana sudah tersedia sepasang kursi lalu keduanya didudukkan. Dalam proses mandi ini dibantu 2 orang bidan.
Langkah kedua adalah pengantin berkerik, kedua bidan memandu kedua pengantin berkerik membersihkan diri dari segala bentuk daki agar bersih dan suci.
Langkah ketiga adalah memakai kain basahan (namun pada saat sekarang ini sudah digunakan pakaian lengkap). Kedua pengantin mengganti pakaian dengan kain basah untuk mandi di dalam panca persada, kedua bidan menutup keliling panca persada dengan kain sehingga tidak terlihat oleh orang.
Langkah keempat adalah memijak telur, kedua bidan tetap memandi kedua pengantin untuk memijak telur. Keduanya berdiri dan masing-masing memijak sebutir telur sampai pecah, tepung tawar yang ada merupakan saksi.
Langkah kelima adalah memasang lilin. Kedua pengantin secara bersamaan memasang lilin, kemudian bidan tersebut membawa lilin mengeliling pengantin tujuh kali dan kemudian berebut untuk menghembuskan lilin. Dengan penerangan lilin dihasilkan cahaya terang meliputi kedamaian rumah tangga supaya selalu rukun.
Langkah keenam adalah melilit benang, oleh bidan benang bola diukur setinggi badan masing-masing pengantin. Untuk laki-laki 4 helai benang dengan ukuran setinggi badan dan untuk perempuan 3 helai benang dengan ukuran setinggi badan. 7 helai benang ini dijadikan satu lalu dililitkan ke tubuh sepasang pengantin menjadi satu dan diikat. Hal ini bermakna supaya jodohnya tetap hingga ke anak cucu.
Langkah ketujuh adalah mencucurkan air melalui mayang. Oleh bidan mayang pinang diampu di atas kepala pengantin kemudian air dicucurkan ke mayang pinang hingga membasahi kepala kedua pengantin. Sebagai hasilnya mayang pinang dilambangkan wanita supaya rezeki yang dicari suami mengucur bagaikan air.
Langkah kedelapan adalah memecahkan mayang pinang di atas kepala pengantin dengan memukulnya berlandas kelapa muda, hingga bunga pinang bertabur jatuh menyirami kepala pengantin. Makna dari langkah ini yaitu melambangkan kesuburan dalam keluarga.
Langkah kesembilan adalah mandi air bunga dan air jernih. Benang yang diikat tadi oleh bidan dibuka kembali, kemudian kedua bidan mencucurkan air bunga di kepala kedua pengantin selama 3 kali cucuran sembari membacakan doa dan selanjutnya dimandikan dengan air biasa. Pada saat ini juga yang hadir saling bersiraman. Jika ada jejaka yang suka dengan anak dara maka dia akan menyiramkan air tersebut kepada anak dara dan jika anak dara tersebut membalas siraman tersebut kepada sang jejaka maka di sinilah gayung bersambut.
Langkah kesepuluh adalah berganti pakaian. Setelah selesai mandi maka bidan menuntun keduanya supaya mengganti pakaian yang basah. Langkah ini memiliki makna sebagai manusia beragama yang harus menutup aurat dengan sempurna dan tetap rapi.
Langkah kesebelas adalah setelah berganti pakaian maka sang istri pun berbenah dan bersolek dibantu oleh bidang. Walau dalam keadaan bagaimanapun sang istri harus berpenampilan yang cantik.
Langkah kedua belas adalah menghidang juadah. Setelah selesai berdimbar maka keduanya masuk ke rumah dan di rumah tersebut para keluarga sudah menunggu di ruang tamu. Kemudian sang istri menghidangkan juadah untuk sarapan bersama keluarga.
Sekarang tradisi mandi berdimbar sudah mulai dilupakan dan juga sudah jarang dilaksanakan karena masyarakat sekarang lebih suka dengan hal-hal yang lebih praktis, kalaupun ada hanya tinggal beberapa orang. Demikianlah informasi mengenai tradisi Mandi Bedimbar pada Masyarakat Melayu Langkat. Semoga bermanfaat ya.