Pondok Pesantren sebagai warisan sistem pendidikan Islam khas Nusantara telah menjadi pilar dalam mengembangkan Islam yang rahmat, toleran dan beradaptasi dengan kearifan lokal. Pesantren telah menjadi salah satu pilar peradaban bangsa dan memiliki kekhasan dalam mentransmisikan konsep keagamaan yang moderat.
“Pesantren saat jaman perjuangan kemerdekaan, sudah berperan penting baik dalam pembelaan Tanah Air baik secara fisik maupun dalam mencerdaskan bangsa melalui dunia pendidikan,” ujar Wakil Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Dr. H. Andi Aderus, Lc., M.A. ketika dihubungi di Makassar.
Ia melanjutkan, pada masa perjuangan kemerdekaan tidak banyak atau bahkan hampir tidak ada dana dari pemerintah untuk membangun sekolah maupun institusi pendidikan. Kondisi itu membuat banyak pesantren yang secara swadaya didirikan oleh masyarakat.
Menurutnya, sejak dahulu, selain mengajarkan tentang keagamaan, akhlak dan berkehidupan, pesantren juga mengajarkan nasionalisme. Pesantren selalu hadir ketika ada ancaman yang datang di tanah air kita.
Dikatakannya, para ulama dan kiai serta para santri memahami bahwa sejatinya mempertahankan Tanah Air adalah bagian daripada keimanan. Ia juga mengungkapkan bagaimana pesantren berasimilasi dengan budaya local yang ada di negeri ini.
“Ponpes juga mempengaruhi islamisasi budaya lokal. Bukan dengan menjustifikasi kebudayaan agama lain itu salah, tetapi tetap melestarikan budayanya dengan konten yang berbeda, dengan nilai keislaman” jelasnya.
Andi juga mengungkapkan, di Indonesia dengan jumlah pesantren yang sangat besar, maka keberagaman corak, khas dan budaya dari masing-masing pesantren menjadi hal yang sangat istimewa.
“Dengan keragaman ini justru memberikan banyak alternatif kepada anak bagsa untuk menimba ilmu pengetahuan,” ungkapnya.
Andi menggaris bawahi, disamping banyaknya jenis dan kekhasan pesantren, seperti pesantren tahfidz, darul hadits, dan pesantren modern, penting untuk mengetahui mana ponpes yang belajar tentang moderasi beragama dan mana ponpes yang jauh dari nilai moderasi beragama.
“Jadi, saya kira memang ini sangat penting bagi orang tua atau wali untuk melihat track record dari sebuah ponpes. Perlu dilihat juga bagaimana ponpesnya, alumninya, pengajar seperti apa , hingga kurikulum atau pengajarannya juga dilihat,” terangnya.
Terkait moderasi beragama, ia menuturkan bahwa ada beberapa ponpes yang sudah mulai surut pendidikan kebangsaannya dan nilai moderasinya. Hal itulah yang harus dicermati dalam memilih pesantren baik dan mengajarkan moderasi beragama.
“Misalnya NU (Nahdlatul Ulama) dengan ribuan ponpes, ada Darud Dakwah Wal Irsyad ini memang ponpes yang mengajarkan moderasi beragama, serta Nahdlatul Wathan, dan sebagainya yang sudah kita ketahui bersama track recordnya dan pastinya mengajarkan moderasi beragama,” tuturnya.
Ia menilai, menjadi hal penting bagi Kementerian Agama untuk dapat melihat legalitas dari pesantren, latar belakang, serta kurikulum pembelajarannya. Hal ini sebagai upaya untuk mewaspadai ponpes yang didirikan oleh kelompok yang mengajarkan ideologi transnasional.
Yang pasti, menurutnya, pesantren yang lahir dan didirikan dari ormas yang ikut berjuang terhadap kemerdekaan bangsa, tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya.
Ia menyinggung terkait narasi islamophobia yang dilayangkan beberapa kelompok atas indikasi adanya pesantren yang terafiliasi dengan kelompok teroris. Dirinya menilai harus ada kebijaksanaan dan keterbukaan baik dari tim riset dan pondok pesantren itu sendiri.
“Kita harus membangun keterbukaan. Ponpesnya jangan sampai eksklusif, tetapi harus welcome terhadap siapa saja yang ingin masuk, bukan hanya komunitas atau orang tertentu yang boleh masuk. Begitu juga dengan tim peneliti, harus ada keterbukaan,” ucapnya.
Untuk itu, Andi mengimbau kepada semua pihak terutama ormas keagamaan, ulama dan tokoh pesantren untuk menanamkan dan bahkan mengakarkan kepada umat tentang pentingnya nasionalisme sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dalam Piagam Madinah.
“Ini kadang lepas dari pembacaan kawan-kawan yang suka berpikir bahwa tidak ada nasionalisme dalam Islam. Jadi saya kira ormas, maupun organisasi yang ada perlu dan wajib mengakarkan kepada umat bahwa kita wajib menjaga bangsa ini,” katanya mengakhiri.