Featured

Ulama Arab Kagum Pada Indonesia, Kok Bisa? Ini Alasannya

5 Mins read

“Pendidikan Islam di Indonesia mampu menjadikan anak  berakhlak mulia, tercermin dari sikap tawadlu dan rasa hormatnya kepada orang tua dan guru-guru mereka”, ungkapan akademisi Sudan Dr. Qosamullah Abdel Ghaffar yang menjabat sebagai Kepala Jurusan Syariah Universitas Internasional Afrika/UIA dan Anggota Majma Fikih Sudan. Dosen ini mengakui adanya keindahan harmoni Islam Indonesia dengan interaksinya yang luas dan melihat prilaku diaspora pelajar Indonesia di UIA yang dalam hal ini tidak kalah indah dengan  alam Indonesia itu sendiri.

Tidak sedikit dari ulama Arab yang kagum dengan akhlak pelajar dan keindahan Indonesia. Seorang penyair kenamaan asal Suriah; Syekh Ali Thantawi menulis buku khusus yang isinya memuji keindahan Indonesia.  Menurutnya, Indonesia adalah surga dunia. Buminya subur dan penghuninya hidup bergotong royong. Sebagaimana kebanyakan penulis Arab, Syekh Ali Thantawi menyebut Indonesia dengan sebutan “Jawa”.

Harmoni sosial dalam hubungan masyarakat dan akhlak umat Islam Nusantara merupakan bagian dari realitas keberagaman dan keberagamaan yang harus disyukuri dan dijaga sebaik-baiknya. Hal-hal yang bisa merusak peradaban dan anatomi sistem sosial seperti gaya hidup hedonis, penipuan, kedengkian dan kekerasan  seksual harus diantisipasi sejak dini.

Ilmuwan Sudan Prof. Abdullahi Ahmed An-Naim yang mengajar di Emory University, Amerika Serikat dan pernah menjadi nara sumber Webinar yang diadakan oleh Universitas Islam Internasional Indonesia/UIII menulis dalam bukunya “Islam dan Sekulerisme Negara” sebanyak satu bab khusus yang menjelaskan Indonesia sebagai realitas keberagaman dan puncak pluralisme. Menurutnya, keberagaman perlu dipahami sebagai perbedaan agama dan etnis, dan pluralisme sebagai  ideologi, arah atau sistem yang menerima keberagaman tersebut sebagai nilai positif dan mudah dikompromikan.

Ahmed An-Naim memandang bahwa negara agama sebagaimana paham khilafah merupakan bid’ah (kreasi manusia) yang muncul setelah masa penjajahan dimulai pertengahan abad ke-20 dan dibangun atas dasar pemahaman Eropa tentang negara dan hukum.

Menurutnya, agama dan negara harus berdialog sebagaimana dalam konteks Indonesia ada dialog Islam dan Pancasila yang memuat sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sudut pandang maqoshid syariah (tujuan-tujuan Syariat) sehingga ulama Nusantara diantaranya KH. Sahal Mahfudz mensosialisasikan pandangan bahwa Indonesia bukan negara sekuler. Hal ini sedikit berbeda dengan Ahmed An-Naim yang memandang sekulerisme melekat pada negara bukan masyarakat, dan menjadi sebuah keniscayaan dalam Islam.

Kenyataan harmoni Indonesia juga diakui oleh ulama Mesir   Syekh Abdul Aziz As-Syahawi saat safari dakwah di Indonesia dengan mengatakan; “Di Indonesia segala sesuatunya sangat Indah”. Jika keindahan yang dirasakan ini lahir dari realitas keberagaman dan keberagamaan Nusantara, terutama akhlak para pencari ilmu maka perlu bagi anak bangsa mensyukurinya dengan memperharum nama Indonesia sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Sejarah Indonesia menyebutkan bahwa Presiden Soekaro menggunakan teori harmoni dalam mengatasi masalah perbedaan di Indonesia, bukan teori konflik yang mengarah pada sikap mengkambinghitamkan atau “memakan” korban pihak-pihak tertentu.

Secara tidak langsung Indonesia dianggap memiliki peradaban yang tinggi. Terdapat perpaduan antara tata nilai, tata kelola dan tata sejahtera meski belum bisa dikatan sempurna dan ideal, terutama dalam hal kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin yang diatasi melalui proses pemandirian rakyat sesuai arus ekonomi baru bottom-up yang dikawal langsung oleh Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin.

Institusi pendidikan (ilmu), peradilan (keadilan) dan ekonomi (harta) sebagai pilar peradaban bisa berjalan seiring dan terus dipicu untuk saling melengkapi. Ini salah satu rahasia ekonomi Indonesia mampu bertahan di tengah tekanan krisis global dan ancaman krisis pangan.

Kebanggaan ulama Timur Tengah juga nampak dari sikap  seorang ulama Suriah; Syekh Taufiq Ramadhan al-Buthi yang selalu menggunakan peci hitam khas Indonesianya. Tidak sedikit orang yang menyesal dengan kondisi Suriah saat ini. Mufti Suriah Syekh Badruddin Hasoun dalam pidatonya di Parlemen Eropa mengakui bahwa posisi negaranya tidak beruntung dengan peliknya pemberontakan dan masalah SARA.

Mufti Hasoun dengan tegas menyebut bahwa apa yang umum disebut peradaban Islam, Yahudi atau Nasrani sebenarnya hanyalah imajinasi, dan yang ada sesungguhnya adalah peradaban kemanusiaan sebagaimana penyebutan hudan lin Naas, petunjuk bagi umat manusia dalam al-Qur’an, bukan umat Islam.

Dengan kelebihan ini, Indonesia sangat patut menyuarakan advokasi sosial dari sudut pandang agama demi kemaslahatan universal. Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan bagaimana mendialogkan agama dan negara sebagaimana  Islam adalah agama sekaligus negara. Harmoni sosial dan keindahan Indonesia perlu dijaga secara konsisten melalui penjagaan setiap warga Indonesia terhadap hubungannya dengan lingkungan, agama, pemeluk agama maupun antar pemeluk agama.

Selain itu, Indonesia harus senantiasa dijauhkan dari logika penyimpangan dan logika pengakuan (klaim). Generasi bangsa Indonesia jika semakin sering menyimpang atau mengaku-ngaku hebat maka akan semakin menjauh dari peran nyata, apalaki menjadi produsen sejarah yang benar-benar patut dikagumi dan dibanggakan oleh bangsa lain.

Indonesia, negara kepulauan yang terkenal dengan keindahan alam dan keragaman budayanya, ternyata juga mendapatkan pengakuan dari banyak ulama dan intelektual Arab. Pujian ini tidak hanya ditujukan kepada bentang alamnya yang memukau, tetapi juga kepada harmoni sosial, akhlak masyarakat, dan keindahan nilai-nilai Islam yang dipraktikkan di Nusantara. Mengapa ulama Arab begitu kagum kepada Indonesia?

Salah satu alasannya terletak pada karakter Islam Indonesia yang khas: moderat, inklusif, dan harmoni. Akademisi Sudan, Dr. Qosamullah Abdel Ghaffar, yang menjabat sebagai Kepala Jurusan Syariah Universitas Internasional Afrika (UIA), memuji akhlak mulia pelajar Indonesia yang ia amati selama berinteraksi dengan diaspora pelajar Indonesia di universitas tersebut.

Ia mengakui bahwa sikap tawaduk dan penghormatan mereka terhadap orang tua dan guru mencerminkan pendidikan Islam yang kuat di Indonesia. Nilai-nilai ini, yang berakar pada tradisi keislaman Nusantara, mampu membangun pribadi yang rendah hati sekaligus menjunjung tinggi adab.

Keindahan ini tidak hanya diakui oleh Dr. Qosamullah. Syekh Ali Thantawi, seorang penyair dan penulis terkenal asal Suriah, bahkan mencatat kekagumannya terhadap Indonesia dalam sebuah buku khusus. Menurutnya, Indonesia adalah “surga dunia,” di mana alamnya subur, masyarakatnya hidup dalam harmoni, dan gotong royong menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Seperti banyak penulis Arab lainnya, Syekh Ali menggunakan istilah “Jawa” untuk menyebut Indonesia, mencerminkan pandangan historis mereka terhadap kawasan ini.

Citra positif ini tidak datang begitu saja. Ia merupakan hasil dari sintesis unik antara nilai-nilai Islam dan kearifan lokal yang berkembang selama berabad-abad di Indonesia. Islam di Nusantara tidak hadir dalam bentuk konfrontasi, melainkan melalui jalur damai, perdagangan, dan budaya. Para ulama lokal, seperti Wali Songo, memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam dengan pendekatan yang menghargai adat istiadat setempat. Pendekatan ini tidak hanya membuat Islam mudah diterima oleh masyarakat, tetapi juga menciptakan harmoni yang menjadi ciri khas Islam Indonesia hingga hari ini.

Namun, di balik semua keindahan ini, ada ancaman yang harus diwaspadai. Gaya hidup hedonis, penipuan, kedengkian, dan kekerasan seksual adalah tantangan nyata yang berpotensi merusak harmoni sosial dan moral bangsa. Jika tidak diantisipasi, hal-hal ini dapat menggerus nilai-nilai luhur yang telah lama menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Pendidikan Islam yang menekankan akhlak mulia harus terus diperkuat sebagai benteng melawan degradasi moral.

Di sisi lain, kekaguman ulama Arab terhadap Indonesia juga merupakan peluang besar. Ia membuka ruang bagi Indonesia untuk menjadi model Islam moderat di dunia internasional. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, membawa kedamaian dan kebaikan bagi seluruh alam.

Kekaguman ulama Arab ini juga menjadi pengingat bahwa nilai-nilai yang dipraktikkan di Indonesia bukan hanya untuk kebanggaan lokal, tetapi juga memiliki daya tarik universal. Harmoni sosial, penghormatan terhadap orang tua dan guru, serta hidup bergotong royong adalah nilai-nilai yang dapat menginspirasi masyarakat dunia, terutama di tengah meningkatnya polarisasi dan konflik di berbagai belahan dunia.

Akhirnya, kekaguman ini seharusnya menjadi motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk terus menjaga dan mengembangkan karakter Islam yang moderat, inklusif, dan harmoni. Indonesia bukan hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena akhlak masyarakatnya yang menjadi cerminan Islam yang sejati. Jika harmoni ini terus dijaga, Indonesia tidak hanya akan tetap menjadi kebanggaan bagi warganya, tetapi juga inspirasi bagi dunia Islam dan masyarakat global.

 

Ribut Nurhuda

1562 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Featured

I Gusti Ngurah Rai: Peran, Perjuangan, dan Penghargaan

1 Mins read
I Gusti Ngurah Rai lahir di Carangsari, Bali, pada 30 Januari 1917. Ia adalah putra dari I Gusti Ngurah Palung, seorang Camat…
Featured

Pemiskinan Perempuan; Membaca Ecofeminism Vandana-Maria

4 Mins read
Meningkatnya kemiskinan yang dialami perempuan merupakan imbas dari proses-proses ekonomi dan politik, dimana kaum perempuan ditempatkan dalam posisi terbelakang. Keterbelakangan perempuan bukan…
Featured

Shin Tae Yong: Sudah Pergi Tapi Akan Selalu di Hati Rakyat NKRI

3 Mins read
Pemecatan Shin Tae-Yong sebagai pelatih Skuad Garuda Indonesia, menggema di jagat virtual. Pro dan kontra di media sosial tidak terbendung lagi. Tentu…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.