Perempuan dalam public relations sering kali dipandang sebagai powerless, terutama karena perempuan dipandang memiliki dukungan yang lebih rendah dibanding laki-laki dan akses informasi yang sama rendahnya sebagai akibat dari budaya kekuatan koersif dalam organisasi public relations (Valenziano dalam Manickam, Chin & Ayub, 2016).
Dalam bidang public relations, terdapat juga stereotip dan asumsi yang berkaitan dengan penampilan dan atribut fisik pada perempuan. Perempuan dalam hal ini identik dengan peran-peran public relations yang bersifat representatif yang berhubungan dengan tugas-tugas pendampingan atau protokoler.
Peters & Froehlich (dalam Krugler, 2017) mengemukakan adanya stereotip “PR Bunny”, marginalisasi fungsi public relations yang berkaitan dengan atribut fisik perempuan. Public relations perempuan dianggap sebagai seseorang yang berpenampilan menarik untuk menemani public relations laki-laki dalam suatu event atau acara.
Damayanti & Saputro (2017) mengemukakan pekerjaan public relations selalu identik dengan perempuan berpenampilan menarik, image selling, sebuah profesi yang mirip dengan artis, dikaitkan dengan dunia hiburan, disamakan dengan ladiescompanion, dan merupakan profesi yang hanya mementingkan kepiawaian berbicara untuk memuaskan organisasi dan publik.
Pekerjaan public relations perempuan menuntut penggunaan make-up, penampilan yang menarik, penggunaan pakaian yang rapi dan sesuai citra perusahaan serta inner beauty yang dinilai dapat memungkinkan terjadinya komunikasi efektif. Hal ini menggambarkan bagaimana pekerjaan public relations di mata umum sebagai pekerjaan yang identik dengan perempuan cantik, berpenampilan menarik dan ramah.
Perempuan banyak bekerja dalam bidang public relations dengan alasan adanya tantangan yang lebih rendah dibanding profesi lainnya, namun di sisi lain Damayanti & Saputro (2017) menemukan bahwa fenomena ini memunculkan konsekuensi berupa ketidaksetaraan dalam hal remunerasi terhadap public relations perempuan. Kebanyakan praktisi public relations perempuan melaksanakan peran teknis, dan tidak seorang pun menjadi kepala bagian public relations.