Telaah

Tradisi Baritan dalam Pandangan Islam

2 Mins read

Pilarkebangsaan.com – Islam menjadi tonggak perkembangan budaya di indonesia. Terkhusus pada masa islamisasi walisongo yakni sunan kalijaga, beliau menyebarkan ajaran agama islam dengan tanpa menanggalkan budaya leluhur.

Antara tradisi dan ajaran keagaamaan merupakan suatu hal yang sering kali dikaitkan. Pada masa penyebaran islam walisongo para sunan menyebarkan ajaran agama dengan menghubungkan nilai-nilai budaya. Salah satu nya yaitu tradisi baritan, tradisi ini termasuk budaya yang terakulturasi dengan ajaran agama islam. Hal ini di dukung dengan kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme yang mempercayai adanya roh-roh di sekeliling kita pada rangkaian acara tradisi ini.

Tradisi Baritan sering kali dikenal sebagai sedekah bumi ataupun sedekah laut. Pada masa sebelum islamisasi, tradisi ini dilaksanakan dengan cara ritual dengan tindakan khusus dan doa-doa khusus serta sesajen sebagai bentuk penghormatan terhadap roh-roh kudus. Sedangkan setelah masa islamisasi tradisi ini berkembang, terdapat akulturasi budaya dengan rutinan keagamaan seperti dzikir dan tahlil.

Sebelum terakulturasi, tradisi baritan di daerah Pemalang Jawa Tengah  dilaksanakan dengan ritual larung saji yang dipercayai oleh masyarakat sekitar sebagai pembawa keselamatan. Menurut kepercayaan masyarakat jawa gangguan keselamatan biasanya berasal dari Pertama, diri sendiri yang berasal dari hawa nafsu. Kedua, orang lain (masyarakat) yang di sebabkan dari ketidakharmonisan hubungan dengan masyarakat sekitar. Ketiga, alam semesta. Keempat, hal-hal yang bersifat mistis (gaib) seperti beberapa gangguan dari roh halus.

Pelaksanaan tradisi baritan biasanya dilaksanakan pada tanggal 1 Sura, dengan runtutan acara sebagai berikut; 1) Pembacaan rangkaian mata acara, 2) Sambutan,  3) Doa oleh sesepuh untuk mendoakan ancak yang biasa dikenal dengan sesaji, 4) Larung saji ke tengah laut.

Isi dari ancak sendiri terdapat berbagai macam , diantaranya ada kepala kerbau, dodol pasar, ayam panggang lengkap dengan nasi tumpeng, hiasan jamur, kelapa muda, macam-macam sayur dan buah-buahan, sate, jajan  ringan (snack),  kolak pisang, nasi bungkus, dan lain-lainya.

Hal ini terdapat sedikit perbedaan dengan tradisi baritan yang sudah terakulturasi dengan ajaran agama islam di suatu daerah pesisir Jawa Tengah. Mereka mengubah  rangkaian ritual dengan istighatsah, selamatan dan dzikir tahlil. Kesamaan antara dua hal diatas adalah tujuan nya, yakni untuk mensyukuri nikmat yang telah di berikan.

Dalam perspektif islam, tradisi baritan memiliki fungsi, Pertama sebagai sarana tolak balak sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW ‘’ Bahwasanya sedekah itu memadamkan bendu (amarah) Tuhan, dan menolak dari kematian yang buruk. ‘’ (HR. Al-Tirmidzi).

Kedua, sarana bersyukur atas nikmat Allah SWT di dalam Al-Qur’an disebutkan “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nkmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS.Ibrahim:7).

Ketiga, sebagai bentuk mewarisi tradisi nenek moyang sebagaimana pernyataan yang terdapat dalam Ahkamul Fuqaha NU “Orang yang pertama meminta perlidungan kepada jin adalah kaum dari Bani Hanifah di Yaman, kemudian hal tersebut menyebar di Arab, setelah alam datang maka perlindungan kepada Allah SWT menggantikan perlidungan kepada Jin.”

Nilai-nilai keislaman yang terletak pada tradisi ini diantaranya Pertama, aqidah  yakni nilai keyakinan atas limpahan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, khususnya yang berupa kekayaan alam yang ada di bumi dan laut. Kedua, ibadah muamalah yang termasuk pada ibadah ghairu mahdhah atau kebaikan yang dilakukan manusia dengan mengharap ridha Allah SWT. Ketiga, akhlakul karimah yang ada pada nilai sikap tolong menolong antar sesama yang terwujud dari tradisi ini yaitu pemberian bantuan terhadap fakir miskin atau kepada orang-orang yang lebih berhak atas rezeki tersebut.

Tradisi yang berkembang di masyarakat tentulah banyak yang diadaptasi dari ajaran hindu budha, sehingga pemasukan nilai-nilai keislaman dianggap perlu oleh ulama yang menyebarkan ajaran islam supaya islam lebih mudah diterima oleh masyarakat pada masa tersebut. Pembahasan artikel ini tidak dapat untuk dijadikan sumber rujukan karna sejatinya ini hanya pembahasan sekilas mengenai perspektif islam pada tradisi baritan. Wallahu’alam.

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Telaah

Bikin Rumah Kena Pajak? Apakah Kita Gen Z Harus Cemas?

3 Mins read
Ada apa nih kok bikin rumah sendiri tiba tiba terkena pajak? Padahal kan kita yang memiliki tanah tersebut, kok tiba tiba kena…
Telaah

Jika Soeharto Tidak Pernah Jadi Presiden, RI Jadi Negara Apa?

2 Mins read
Benarkah ada upaya menghilangkan jejak korupsi dari Presiden RI Soeharto imbas MPR resmi mencabut dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 kemarin?…
Telaah

Hukum Mencium Tangan Menurut Empat Madzhab

2 Mins read
Mencium tangan merupakan tradisi yang sudah biasa orang Indonesia lakukan sebagai bentuk hormat. Sebenarnya di beberapa bagian negara lain bentuk penghormatan tidak…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *