Syekh Sulaiman Arrasuli atau yang dikenal dengan Angku Canduang nan Mudo dan Inyiak Canduang adalah seorang mursyid thariqah, putra dari seorang ulama terkemuka yang bergelar Angku Mudo Pakan Kamis, yaitu Syekh Muhammad Rasul.
Syekh Sulaiman ar-Rasuli adalah seorang ulama Minangkabau yang mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Ia dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Sulaiman lahir di Candung pada 10 Desember 1871 dari pasangan Muhammad Rasul Tuanku Mudo dan Siti Buliah. Ia memperoleh pendidikan agama pertama dari ayahnya yang merupakan guru agama di Surau Tangah. Kakek Sulaiman dari pihak ayah, Tuanku Nan Paik, juga merupakan ulama di Candung.
Semasa mudanya, Syekh Sulaiman banyak mengambil sanad keilmuan dari beberapa guru. Untuk belajar, ia berguru kepada Tuan Syekh Muhammad Arsyad Batu Hampar. Untuk mempelajari ilmu alat, ia mengambil sanad ilmu dari Syekh Tuanku Sami’ Biaro.
Pada 1881, ia belajar al-Qur’an kepada Syekh Abdurrahman dan Syekh Muhammad Arsyad di Batuhampar. Dua tahun kemudian, ia merantau ke Biaro untuk belajar bahasa Arab kepada Syekh Abdussamad Tuanku Samiak. Ketika Tuanku Samiak tidak mengajar karena berangkat haji, Sulaiman berguru kepada Syekh Muhammad Ali Tuanku Kolok, Syekh Muhammad Salim Sungai Dareh, dan Syekh Abdussalam Banuhampu. Pada 1890, Sulaiman belajar fikih, usul fikih, tafsir al-Qur’an, tauhid, dan lain-lain kepada Syekh Abdullah di Halaban, kemudian mengajar di surau gurunya sejak 1896.
Pada 1902, Sulaiman kembali ke Canduang untuk mengajar di sana sampai ia berangkat haji pada 1903. Di Makkah, ia belajar kepada beberapa ulama di sana selama empat tahun. Beberapa ulama yang menjadi guru Sulaiman antara lain Syekh Ahmad Khatib al-Minankabawi, Syekh Mukhtar Atarid al-Bughuri, Syekh Umar Bajunaid al-Hadrami, Syekh Ahmad Syata al-Makki, Syekh Ali al-Kalantani, Syekh Usman as-Sarawaqi, Syekh Said al-Yamani, dan Syekh Ahmad al-Fatani.
Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syekh Sulaiman kembali ke Minangkabau dan membuka halakah di Surau Baru, Candung pada 1908. Pada 1923, Syekh Sulaiman kembali ke Batuhampar untuk bersuluk di bawah bimbingan Syekh Muhammad Arsyad. Dari Syekh Arsyad Batuhampar Payakumbuh ia menyempurnakan ilmu tasawufnya dengan berbaiat Thariqah Naqsabandiyah. Dari Syekh Arsyad, Syekh Sulaiman memperoleh ijazah mursyid Naqsyabandiyah. Dari sinilah beliau mulai mengamalkan dan menyebarkan ajaran tersebut dengan mendirikan halaqah-halaqah dan madrasah.
Selain sebagai ulama yang alim, Syekh Sulaiman Arrasuli juga memiliki jiwa seni dan sastra yang tinggi. Hal tersebut bisa kita lihat melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Jawi-Minang, sebagaimana syair yang ia tuliskan dalam muqaddimah Enam Risalah.
- Syekh Sulaiman ar-Rasuli pernah bergabung ke beberapa organisasi yang berkembang di Minangkabau waktu itu.
- Tahun 1918, menjabat sebagai ketua cabang Syarikat Islam di Candung-Baso.
- Tahun 1921, ikut serta dalam pembentukan Ittihad Ulama Sumatera yang didirikan oleh Syekh Muhammad Saad Mungka bersama ulama Kaum Tua lainnya.
- Tahun 1928, Syekh Sulaiman bersama Syekh Abbas Ladang Lawas, Syekh Muhammad Jamil Jaho, dan lain-lain mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Organisasi ini dibentuk sebagai wadah bagi beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) di Minangkabau, termasuk di antaranya adalah MTI Candung pimpinan Syekh Sulaiman.
- Setelah Jepang masuk ke Hindia Belanda, Syekh Sulaiman beserta beberapa ulama dari Kaum Muda dan Kaum Tua membentuk Majelis Islam Tinggi Minangkabau pada 1943.
- Syekh Sulaiman juga hadir sebagai wakil Minangkabau dalam konferensi alim ulama di Singapura pada 1943.
Pada 22-24 Desembe 1945, pengurus Perti mengadakan kongres di Bukittinggi. Kongres itu menghasilkan putusan untuk menjadikan Perti sebagai partai politik bernama Partai Islam Perti (PI Perti). Pada saat kongres itu juga, Inyiak Canduang selaku Penasihat Tertinggi PI Perti membentuk Lasykar Muslimin Indonesia dan Lasykar Muslimat sebagai barisan pejuang Perti selama revolusi nasional.
Pada Pemilu 1955, Syekh Sulaiman ar-Rasuli terpilih sebagai anggota Konstituante dari Perti. Pada sidang pertama Konstituante tanggal 10 November 1956, ia terpilih menjadi ketua sidang tersebut.
Syekh Sulaiman yang sebelumnya dikenal sebagai ahli fikih dan pernah menjadi kadi di Candung pada 1917-1944 dilantik menjadi Ketua Mahkamah Syar’iyah Sumatra Tengah oleh pemerintah di Bukittinggi pada 17 Januari 1947. Ia memegang jabatan tersebut sampai 1958.
Syekh Sulaiman ar-Rasuli wafat pada 1 Agustus 1970. Ribuan pelayat hadir dalam pemakaman Syekh Sulaiman di MTI Candung. Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain, menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda berduka cita. Kepemimpinan MTI Candung selanjutnya dipegang oleh anaknya, Buya H. Baharuddin ar-Rasuli, yang sudah memimpin pesantren sejak 1965.
- Aqwāl al-‘Āliyah fī Ṭarīqah an-Naqsyabandiyyah
- Aqwāl al-Marḍiyyah
- Aqwāl al-Wāsiṭah fī aż-Żikr wa ar-Rābiṭah
- Tablīgh al-Amānāt
- Ṡamarah al-Iḥsān
- Jawāhir al-Kalāmiyyah
- Dawā’ al-Qulūb
- Sabīl as-Salāmah
- Qaul al-Bayān
- Enam Risalah
- Nasihat Maulana Syekh Sulaiman ar-Rasuli
- Pedoman Islam
- Pedoman Puasa
- Asal Pangkat Penghulu dan Pendiriannya
- Keadaan Minangkabau Dahulu dan Sekarang
- Mari Bersatu dengan Adat dan Syarak (tulisan-tulisan di Harian Haluan pada 16-19 April 1951)
- Pedoman Hidup di Alam Minangkabau
- Pertalian Adat dan Syarak di Minangkabau
- Sari Pati Sumpah Sati Bukit Marapalam
Syekh Sulaiman Arrasuli meninggal dunia pada 1 Agustus 1970 di Kecamatan Candung atau Canduang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, Indonesia.
- Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Sulaiman_Ar-Rasuli
- jatman.or.id, https://jatman.or.id/syekh-sulaiman-arrasuli-mursyid-thariqah-naqsabandiyah-dari-tanah-minang/