Uncategorized

Dapatkah Kita Menerapkan Theory of Mind dalam Memilih Pemimpin?

4 Mins read

Agenda politik 2024 telah menjadi bahasan yang hangat di berbagai lapisan masyarakat, sekaligus dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Pemilu dapat mengantarkan rakyat dalam melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan secara tepat, serta untuk memperbaiki nasib rakyat.

Pada sisi lain, para calon pemimpin saling berlomba untuk mengatur strategi dan mengemukakan argumentasi serta kemampuannya di hadapan publik. Sebagian ada yang mengungkit kembali prestasi-prestasi yang pernah ia capai selama berada di dunia politik, ada yang ‘mengobral’ janji-janji, ada yang mencitrakan dirinya dengan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Kampanye politik telah menjadi konsumsi masyarakat akhir-akhir ini, karena semuanya bisa kita dapatkan dengan mudah melalui media massa maupun media sosial. Hal ini mereka lakukan tidak lain bertujuan untuk menarik simpati dari masyarakat agar memilihnya dalam Pemilu nanti.

Berdasarkan data dari KPU, pemilih dalam Pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z yang berjumlah lebih dari 113 juta orang, sehingga kedua generasi ini mendominasi sebanyak 56,45% dari total keseluruhan pemilih. Melalui data tersebut, dapat dikatakan bahwa suara anak muda akan menjadi sasaran utama bagi para calon pemimpin.

Kedua generasi ini juga cukup terekspose oleh sistem digital, sehingga untuk menentukan pilihannya, mereka dapat dengan mudah mencari tahu rekam jejak serta latar belakang para kandidat. Setidaknya mereka juga dapat lebih bijaksana dalam menentukan pilihan, karena informasi dan referensi yang mereka dapatkan lebih banyak, ruang untuk berdiskusi juga terbuka bagi para anak muda pemerhati politik, sehingga mereka dapat bertukar pikiran mengenai sosok pemimpin ideal di bangsa ini. Di samping itu, mungkin penerapan theory of mind juga dapat dipertimbangkan untuk membantu dalam menentukan calon pemimpin nantinya.

Theory of mind dalam Bahasa Indonesia disebut ‘teori pikiran’, didefinisikan sebagai pengetahuan mengenai keberadaan pikiran dan isi dari pikiran (seperti keyakinan, hasrat dan intensi) yang sama baiknya dengan kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ini untuk melakukan prediksi dan penjelasan mengenai tindakan orang lain. Dalam pengertian lain, theory of mind merupakan kemampuan seseorang untuk mengatribusikan keadaan mental pada diri sendiri dan orang lain, serta untuk memprediksi perilaku orang lain berdasarkan keadaan tersebut. Theory of mind sendiri mulai berkembang aktif ketika seseorang berusia sekitar dua tahun atau ketika masa anak-anak awal, dan kemampuan ini terus meningkat selama tahap perkembangan seseorang.

 

 

Theory of mind memiliki peran strategis terkait hubungan interpersonal, di antaranya dapat mengembangkan kemampuan empati, kerja sama, mengurangi prasangka, menyelesaikan konflik, dan kemampuan berinteraksi secara tepat dengan orang lain. Namun dalam menerapkan theory of mind, seseorang harus menyadari bahwa orang lain adalah agen yang perilakunya ditentukan oleh tujuan mereka.

Selain itu, harus disadari juga bahwa setiap orang (diri sendiri dan orang lain) mempunyai perspektif yang berbeda dalam menyikapi sesuatu, sehingga untuk memahami perilaku orang lain, harus dipertimbangkan melalui perspektif orang tersebut serta situasi dari perspektif diri sendiri. Setidaknya seseorang harus bisa memisahkan dan membandingkan kedua perspektif tersebut.

Berkenaan dengan kontestasi politik, theory of mind dapat diterapkan ketika memilih calon pemimpin dengan mengasumsikan bahwa jika ia terpilih dan duduk di jabatan penting, kira-kira apa yang akan ia lakukan. Ide dan gagasan para calon pemimpin saat berkampanye sangat penting untuk diperhatikan.

Namun, semua akan berjalan dinamis dan segala permasalahan juga akan muncul. Apalagi jika suatu permasalahan belum selesai ditangani, muncul permasalahan lain yang mungkin lebih kompleks, sehingga kita akan melihat bagaimana ia mengaktualisasikan ide dan gagasannya saat kampanye untuk mengurai segala permasalahan yang terjadi.

Oleh karena itu, salah satu komponen yang paling fundamental agar kualitas seorang pemimpin dapat diketahui adalah ketika muncul suatu permasalahan, sumber daya apa yang ia miliki untuk menangani masalah itu, kemudian bagaimana keputusan yang akan ia ambil sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Jika rangkaian tersebut dapat dilacak, theory of mind juga dapat disimulasikan.

Permasalahan yang dihadapi suatu bangsa dan sumber daya yang tersedia bersifat dinamis, sehingga yang dapat diandalkan adalah karakter dan aksi manusia itu sendiri, bukan dari latar belakang atau riwayat hidup. Latar belakang dan rekam jejak memang dua hal yang penting untuk diketahui, namun tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang terjadi perubahan dalam hidupnya, karena manusia akan terus berkembang sesuai dengan hal-hal dan peristiwa yang memengaruhinya.

Sayangnya, sampai saat ini data untuk melihat bagaimana rangkaian tersebut berjalan relatif sulit untuk didapatkan, dan kemampuan para anak muda untuk menyimulasikan hal itu juga masih terlihat minim, sehingga theory of mind dalam memilih calon pemimpin bukan sesuatu yang mudah diterapkan untuk saat ini.

Idealnya, kemampuan untuk memilih calon pemimpin bukan hanya persoalan mengetahui prestasi, rekam jejak dan latar belakang kandidat, lebih-lebih jika hanya terpengaruhi oleh janji-janji manis saja. Tetapi harus datang dari sebuah simulasi yang cermat agar menjadi pemilih yang memiliki integritas, sehingga kualitas demokrasi akan menjadi lebih baik.

Referensi

A. Fagnant dan M. Crahay, “Theories of Mind and Personal Epistemology: Their Interrelation and Connection with the Concept of Metacognition”, dalam European Journal of Psychology of Education, Vol. 26, 2011, h. 257-271.

Alan M. Leslie, “Pretense and Representation: The Origins of “Theory of Mind”, dalam Psychological Review, Vol. 94 No. 4, 1987, h. 412-426.

Alan M. Leslie, dkk., “Core Mechanisms in ‘Theory of Mind’”, dalam TRENDS in Cognitive Sciences, Vol. 8 No. 12, Desember 2004, h. 528-533.

Andi Nur Mayapada dan Nila Saraswati, “Golput dan Kewajiban Memilih Pemimpin dalam Islam”, dalam Jurnal Siyasatuna, Vol. 1 No. 3, September 2020, h. 421-431.

Helen L. Gallagher dan Christopher D. Frith, “Functional Imaging of ‘Theory of Mind’”, dalam TRENDS in Cognitive Sciences, Vol. 7 No. 2, Februari 2003, h. 77-83.

Nur Azizah, “Kemampuan Theory of Mind Anak Usia 3-5 Tahun Ditinjau dari Intensitas Interaksi dengan Saudara Kandung”, dalam Jurnal Psikologi Tabularasa, Vol. 10 No. 1, April 2015, h. 18-30.

P. Misailidi, “Children’s Metacognition and Theory of Mind: Bridging the Gap”, A. Efklides dan P. Misailidi (ed.), dalam Trends and Prospects in Metacognition Research, 2010, h. 279-291.

Ahmad Kamil Muntaha

Mahasiswa Pengkajian Islam, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
969 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Uncategorized

Naskah Pidato Buya Siradjuddin Abbas: PERTI dan Revolusi (Bagian 3)

3 Mins read
Saudara-saudara Di bidang legislatif, Partai Islam PERTI tidak pernah absen, bukan saja pada Dewan Perwakilan Daerah, bukan saja di kampung-kampung dalam Musyawarah Negeri, tetapi…
Uncategorized

Menghapus Stigma ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, saya berdiskusi dengan teman-teman yang sebagian besar merupakan lulusan sarjana Pendidikan. Mayoritas dari mereka menyatakan tidak memiliki rencana untuk…
Uncategorized

Tajikistan dan Empat Negara Muslim yang Melarang Jilbab

3 Mins read
Negara Tajikistan telah mengumumkan secara resmi terkait pelarangan Hijab bagi Muslimah melalui Rancangan Undang-Undang yang disetujui oleh Majelis Tinggi parlemen negara tersebut,…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *