Featured

Mengulik Uniknya Tradisi Rasulan di Gunung Kidul

1 Mins read

Yogyakarta dari nama provinsinya saja sudah mendeskripsikan bahwa daerah ini memang beda dari yang lain. Daerah Istimewa Yogyakarta, daerah yang menyimpan ribuan keistimewaan di dalamnya.

Keistimewaan yang disuguhkan meliputi beragam kebudayaan yang masih melekat hingga saat ini. Mulai dari perayaan hari-hari besar, gotong-royong, dan lain sebagainya. Salah satu daerah yang berada di Yogyakarta dan masih kental dengan kebudayaannya yaitu Kabupaten Gunung Kidul.

Kebudayaan daerah dari Gunung Kidul yang masih ada hingga saat ini salah satunya adalah tradisi rasulan. Dua tahun terdampak pandemi, warga Gunung Kidul tidak melaksanakan tradisi rasulan seperti biasanya.

Baru mulai tahun ini kembali merayakan dengan ramai-ramai. Rasulan atau membersikan dusun ini dilakukan oleh para petani sesudah musim panen. Waktu pelaksanaan tergantung kesepakatan bersama dari warga setiap dusun, tetapi biasanya dilakukan sekitar bulan Juni atau Juli.

Rasulan biasanya berlangsung selama beberapa hari. Rangkaian acara diawali dengan kerja bakti atau membersihkan lingkungan sekitar dusun. Warga bergotong-royong memperbaiki jalan, menciptakan atau mengecat pagar pekarangan, serta membersihkan makam. Selanjutnya, tradisi rasulan juga disemarakkan dengan aneka macam rangkaian acara olahraga dan pertunjukan seni budaya.

Puncak keramaian acara rasulan terjadi dikala diselenggarakannya acara kirab. Kirab ialah semacam karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa. Dalam program kirab itu dibawa pula gunungan yang berisi hasil panen mirip pisang, jagung, padi, sayur-mayur, dan hasil panen lainnya.

Setelah kirab selesai, kemudian dilakukan doa bersama satu dusun untuk meminta ketentraman dan keselamatan seluruh warga, terdapat juga kegiatan untuk ziarah ke makam pendahulu yang berada di sekitar dusun masing-masing warga.

Tradisi rasulan merupakan potret kebudayaan yang perlu dilestarikan. Karena dari tradisi ini terdapat nilai-nilai yang dapat diambil. Warga masyarakat Gunung Kidul sadar akan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kaena telah memberi nikmat, kerukunan antar warga masih tejalin sangat erat karena melakukan gotong-royong untuk membersihkan dusun, melalui beberapa pertunjukan yang ada merupakan bentuk melestarikan kebudayaan yang sudah mulai terdesak oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Fathin Faridah

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Featured

Ius Est Ars Boni Et Aequi: Menghidupkan Kebaikan dan Keadilan

2 Mins read
Adagium klasik ā€œIus est ars boni et aequi,ā€Ā memiliki arti hukum adalah seni dari kebaikan dan keadilan. Adagium ini mengingatkan kita bahwa hukum…
Featured

VOC dan Asal Usul Birokrasi Indonesia, Hitam-Putihnya yang Diwariskan

7 Mins read
Birokrasi kolonial Hindia-Belanda sendiri dapat dikatakan baru dimodernisasi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hermann Willem Daendels (berkuasa 1808-1811) yang sejatinya adalah wakil…
Featured

Menentukan Jurusan Kuliah, Pilih Cara Idealis atau Realistis? Ini Jawabannya

3 Mins read
Anak SMA terutama yang sudah menginjak bangku kelas 12 sebaiknya mulai menyusunĀ planĀ lifeĀ afterĀ SMA. Mereka sudah seharusnya menentukan apa yang akan dilakukan setelah selesai…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *