Perjuangan memperbaiki nasib perempuan sudah ada sejak zaman penjajahan yang di pelopori oleh R.A Kartini. Dengan gerakan yang dikenal sebagai gerakan emansipasi, gerakan yang berprinsip untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang pada saat itu masih kentalnya budaya patriarki, sehingga perempuan tidak memperoleh akses dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.
Indonesia teah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22 tahun yang lalu. Melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1984 (UU No.7/1984). Pemerintah Indonesia menyadari masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di segala bidang. Tentu diskriminasi ini mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia.
Diskriminasi terhadap perempuan sering terjadi di masyarakat luas. Bentuk ketidakadilan gender seperti, Beban Ganda yang mana seorang istri bekerja dan tetap harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Kekerasan yang kerap terjadi karena perempuan dianggap lemah dan dianggap sebagai objek seksual. Pelabelan yang ditujukan pada jenis kelamin dan berhubungan dengan perannya, seperti tugas perempuan adalah memasak dan melakukan pekerjaan rumah sedangkan laki-laki bertugas untuk bekerja dan tidak boleh lemah.
Patriarki, Misogini dan Seksisme merupakan beberapa bentuk diskriminasi perempuan yang sampai saat ini masih kerap terjadi di masyarakat. Patriarki merupakan sistem yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan yang paling mendominasi, sementara perempuan ditempatkan sesuai kepentingan laki-laki. Kemudian, Misogini adalah tindakan kebencian terhadap suatu gender, tetapi misogini lebih sering di tujukan pada perempuan. Seksisme yaitu bentuk prasangka yang berdasar pada gender seseorang, seksisme lebih sering terjadi pada perempuan yaitu munculnya penilaian negatif karena menjadi perempuan.
Patriarki sampai saat ini masih terjadi dikalangan masyarakat luas. Aanggapan bahwa perempuan sebaiknya tidak berpendidikan tinggi dan berada didapur, hal tersebut sering kali terucap oleh sebagian laki-laki yang merasa bahwa laki-laki memiliki hak untuk mengatur perempuan karena laki-laki terlahir untuk menjadi pemimpin.
Kemudian, misogini merupakan hal yang kerap terjadi tak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di rumah. Perempuan di perlakukan kasar dan semena-mena, penghinaan terhadap perempuan seperti anggapan bahwa perempuan yang berstatus janda merupakan sebuah kesalahan permpuan, hingga objektifikasi perempuan yang sampai saat ini hal tersebut sering terjadi di masyarakat. Seksime sendiri merupakan tindakan yang berupa pelecehan baik verbal maupun fisik, dan pujian yang merendahkan perempuan.
Bentuk-bentuk diskriminasi tersebut tentu sangat bertentangan dengan ideologi negara yaitu Pancasila. Salah satu tujuan Pancasila yang terkandung dalam sila Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang berarti warga negara berhak mendapatkan hak-haknya sebagai manusia. Jika digali lebih dalam, kelima sila Pancasila secara nyata menghargai hak-hak perempuan.
Dalam sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, yang berarti menghargai sesama umat beragama seperti menghormati perempuan yang mengenakan hijab.Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang berarti persamaa derajat dan hak setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama. Termasuk menolak segala bentuk diskriminasi seperti pelecehan, kekerasan verbal maupun fisik, dan ketidakadilan gender.
Sila ketiga Persatuan Indonesia, yang berarti sebagai warga negara harus menempatkan persatuan dan kesatuan diatas kepentingan pribadi. Pentingnya peran perempuan dalam sebuah persatuan negara, yang mana perempuan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa. Perempuan sebagai sekolah pertama anak agar dapat mengajarkan tentang persatuan bangsa agar bangsa tidak terpecah belah.
Sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, bermaksud bahwa perempuan juga memiliki hak dalam parlemen. Sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu perempuan dan laki-laki mendapatkan keadilan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesehatan, dan lain-lain.
Dengan adanya diskriminasi sampai saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila masih belum sepenuhnya terlaksana. Berbagai permasalahan seperti upah kerja perempuan yang tidak sesuai, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di tempat kerja, pelecehan verbal maupun fisik, dan lain-lain. Hal tersebut masih menjadi pr bagi bangsa Indonesia terutama pemerintah dalam memajukan bangsa, agar menjadi bangsa yang makmur dan tentram bagi seluruh warga negara.
Menghilangkan pola pikir dan tingkah laku sangatlah tidak mudah. Tetapi, menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat sudah menjadi tugas warga negara agar terciptanya bangsa yang adil dan makmur sesuai dengan Pancasila. Pemerintah juga berperan penting dalam mengatasi diskriminasi perempuan yang terjadi yaitu dengan bersikap tegas terhadap diskriminasi yang terjadi di masyarakat dan tidak memberi ampun kepada pelaku kekerasan maupun pelecehan yang ditujukan kepada perempuan.