Jaga Pilar

Zainatun Nahar Potret Istri Pejuang yang Tegar

3 Mins read
Sebagai istri dan ibu, Zainatun Nahar yang dikenal ulet dan kreatif dikenal sabar menemani Agus Salim dan mendidik anaknya semasa perjuangan
Wanita hebat ini dilahirkan di Kota Gadang pada 16 Desember 1893. Menikah dengan H. Agus Salim pada 12 Agustus 1912.

Beliau terhitung masih sepupu dengan Agus salim. Dari hasil pernikahan ini, lahir sepuluh anak dan ada dua yang meninggal saat kecil sehingga tersisa 8 anak.

Menarik untuk dicatat ketika membicarakan keluarga ini, meskipun Haji Agus Salim termasuk tokoh Islam besar di Indonesia dan kontribusinya juga tidak kecil, untuk agama, bangsa dan negara,  kehidupan rumah tangganya terbilang sangat sederhana, malah oleh orang kebanyakan dinilai melarat. Hidupnya berpindah-pindah dari kontrakan satu ke kontrakan lain.

Begitu sederhananya kehidupan yang dijalani bersama suami, sampai ketika ada anaknya yang meninggal dunia, tak mampu membeli kain kafan. Akhirnya, anak itu dikafani dengan taplak mejal dan kain kelambu.

Sebuah pemandangan yang mengiris hati, dari seorang yang kontribusinya cukup besar untuk bangsa dan negara semacam Agus Salim. Namun, semua dihadapi dengan tegar.

Mohamad Roem dan Kasman Singodimedjo menyaksikan sendiri betapa bersahaja dan sederhananya hidup kelurga ini. Pernah keduanya berkunjung ke rumah Agus Salim yang jalannya kalau hujan, becek berlumpur sehingga tidak bisa dilewati dengan sepeda.

Yang lucu, kalau dalam kondisi cerah bisa naik sepeda, tapi dalam kondisi hujan, sepedanya yang naik orang. Itu dialami oleh Kasman Singodimedji. Sampai muncuk kata-kata yang cukup terkenal dari bahasa Belanda menyikapi betapa sederhananya Agus Salim dan keluarga: “Leiden is lijden” (Memimpin itu menderita). Dan ini tergambar jelas dalam kehidupan Agus Salim dan keluarganya. (Catatan Moh. Roem, Memimpin adalah Menderita : Kesaksian Haji Agus Salim, dalam buku Manusia dalam Kemelut Sejarah, 1978: 103-104).

Suatu hari, saat anaknya meninggal, ketika ada yang ingin memberi bantuan untuk kafan anaknya, maka oleh Agus Salim ditolak secara halus dengan mengatakan kain yang baru bisa dipakai yang masih hidup, sedangkan untuk yang meninggal, biar kain bekas saja. Sebuah pernyataan yang tak kan lahir, kecuali dari keluarga yang tegar.

Kesusahan hidup tidak cukup sampai di situ. Suatu hari, Agus Salim mengajak istri dan anaknya ke tempat yang jorok dan kakusnya meluap. Melihat ini, karena tak tahan bau, Zainatun Nahar sampai muntah-muntah.

Kejadian seperti ini hampir mustahil terjadi pada era-era pejabat kontemporer. Semua dihadapi dengan tegar.

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, Zainatun Nahar begitu ulet terampil dan kreatif. Beliau menemani Agus Salim untuk mendidik anaknya di rumah, tidak di sekolahkan di luar. Bisa dibayangkan, betapa repotnya mengurus pendidikan anak yang banyak dalam rumah.

Hanya satu yang disekolahkan ke sekolah negeri, yaitu si bungsu, Sidik Salim. Itu pun pasca kemerdekaan Indonesia.

Zaenatu Nahar menjalankan peran sebagai istri, ibu, pendidik dengan sangat baik. Semuanya dijalan dengan penuh ketegaran. Dalam keluarga ini, diterapkan pendidikan bebas, disiplin dan bertanggung jawab. Sejak awal anaknya, lahir sang istri sudah dianjurkan untuk membaca karena di kemudian hari akan mendidik anaknya sendiri sehingga membutuhkan wawasan yang memadai.

Dalam buku Hadji Agus Salim Pahlawan Nasional, (101) karya Solichin Salam disebutkan kalimat yang disampaikan oleh Agus Salim kepada istrinya sejak awal menikah, “Kamu mesti banyak membaca dan belajar. Sebab kalau nanti kita mendapat anak, kemungkinan tidak akan kita sekolahkan.”

Terlepas dari kesusahan yang dialami dalam menjalankan mahligai rumah tangga, keduanya tetap bisa menciptakan keharmonisan dan kemesraan keluarga. Menariknya, ketika usia pernikahan mencapai 50 tahun, kemesraan masih terpancar jelas.

Dalam suatu perjalanan, H. Agus Salim dan isteri menaiki taksi. Di dalamnya, antara kedua pasangan yang saling mencintai dan setia ini terjadi obrolan hangat, “Mace,” panggil Agus Salim kepada Zainatun Nahar, “Sudah 25 tahun yang lalu kita datang di Jakarta. Masih ingat itu’

“Tentu ingat,” jawab sang istri. “Oh, sudah lama benar. Tetapi agaknya seperti baru-baru saja,” respon H. Agus Salim. Tak sampai di situ, dalam kondisi yang dingin kala itu, beliau bertanya kepada Zainatun Nahar, “Mace, dinginkah? Mari kututup kakimu dengan mantel.“

Kemudian Agus Salim membuka mantelnya lantas menutupkan pada tangan dan kaki istrinya. Sebuah pemandangan romantis laiknya muda-mudi, padahal waktu usia pernikahannya sudah 50 tahun.

Inilah diantara rahasia mengapa Zainatun Nahar bisa tegar hidup bersama Agus Salim di tengah berbagai kekusahan hidup. Dia memiliki suami mesra, romantis, sayang isteri, ramah, bisa melucu, menggembirakan suasana dan mencintai istri sepenuh hati.

Kemesraan ini tetap terlihat sekalipun 26 hari menjelang wafatnya Agus Salim. Saat itu beliau (Agus Salim) merayakan usianya yang 70 tahun. Keduanya terlihat asyik bersanding bak pengantin baru. Orang yang melihat tidak akan menyangka, di balik pancaran wajah bahagia yang tampak dari kedua sejoli ini, telah terukir perjuangan, kesusahan, kemelaratam yang bisa diatasi bersama. Hidup boleh saja susah, tapi keharmonisan dan kemesraan tidak boleh tanggal dari rumah tangga.

“Teman hidup yang senantiasa menyertainya, baik di kala duka maupun di waktu suka. Suatu contoh yang patut dijadikan teladan bagi angkatan muda sekarang, maupun yang akan datang,” demikian Solichin Salam mencatat tentang Zainatun Nahar.*

Mahmud Budi Setiawan

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Urgensi Peningkatan Kemampuan Da’i untuk Tangkal Radikalisme

1 Mins read
Satuan Tugas Operasi Madago Raya melalui Satgas II Preemtif baru-baru ini melaksanakan kegiatan Peningkatan Kemampuan Calon Da’i/Da’iyah di Aula Endra Dharmalaksana Polres…
Jaga Pilar

Kemanan Cyber sebagai Upaya Melindungi NKRI

2 Mins read
Keamanan cyber, juga dikenal sebagai keamanan siber, adalah upaya untuk melindungi sistem komputer dan jaringan dari berbagai ancaman atau akses ilegal. Keamanan…
Jaga Pilar

Menilik Matinya Kritisisme: Tantangan Kebangsaan Terkini

3 Mins read
Kesadaran manusia sebagai makhluk berkesadaran rupanya tidak banyak disadari oleh manusia, dengan kata lain hanya sedikit dari mereka yang sadar sebagai makhluk…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *