Jaga Pilar

Sosialisme Islam H.O.S Tjokrominoto dan Spirit Kebangsaan

2 Mins read

Pilarkebangsaan.com. Sosialisme Islam merupakan buah gagasan Raden Mas Haji Oemar Said Tjokrominoto, salah seorang tokoh pergerakan nasional yang memiliki pengaruh besar dalam dinamika politik Indonesia. Dialah tokoh yang meletakkan pondasi pemikiran politik yang menghubungkan ajaran Islam dan pemikiran sosialisme di Indonesia.

Tjokrominoto tidak melihat sosialisme Islam sebagai penggabungan dua pemikiran: sosialisme yang berasal dari Barat dan ajaran Islam. Ia menuangkan gagasannya di buku Islam dan Sosialisme dan menegaskan bahwa cita-cita sosialisme telah ada dan berkembang selama tiga belas abad lebih dan tidak dapat dikatakan muncul dari pengaruh bangsa Eropa. Jauh sebelum Francoies Babeuf, Filippo Buonarrotti, dan Louis Auguste Blanqui menggelorakan sosialisme di Prancis, setelah terjadinya Revolusi Prancis, Rasulullah telah menerapkan sosialisme Islam sejak periode kepemimpinannya.

Sosialisme Islam merupakan respon terhadap dinamika sosial yang terjadi. Ia bisa dikatakan sebagai sistem sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang tidak hanya berupa konsep tapi juga dipraktekkan oleh umat Islam. Tujuan utama sosialisme Islam adalah kemaslahatan bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya itu, sosialisme merupakan perwujudan kehidupan yang adil, setara, merata untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial yang berpijak pada nilai-nilai tauhid.

Setidaknya ada dua macam sosialisme yang dikenal dalam Islam: (1) sosialisme-negara, baik yang bekerja dengan kekuatan satu pusat (gecentraliseerd) maupun yang bekerja dengan kekuatan gemeente-gemeente (gedecentraliseerd) dan (2) sosialisme-industri. Jika sebuah negara bersifat sosialis, maka pekerjaan kerajinan (pabrikan, industri) harus diatur seluas-luasnya secara sosialis (gesocialiseerd) juga. Di dalam negara yang demikian itu, keberadaan tanah menjadi pokok segala hasil dan pokok semua pekerjaan industri besar.

Selain bersandar pada Islam, gerakan menentang kapitalisme yang cenderung menindas dan tidak memihak pada buruh kecil versi Tjokrominoto ditopang oleh tiga hal: kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan. Tidak heran jika Robert van Niel, menyebutkan dalam bukunya Munculnya Elit Modern Indonesia bahwa Tjokroaminoto di sebagian kalangan masyarakat dianggap sebagai ratu adil yang membawa kebenaran dan memimpin jalan ke surga.

Dewasa ini kapitalisme semakin merajalela, dengan tampilan yang lebih menarik, yang seolah-olah tidak pernah terjadi penindasan. Bermula dari kapitalisme liberal dan diakhiri oleh kapitalisme-monopolis dimana usaha-usaha raksasa menguasai pasar, mengatur dan menentukan harga, sementara perusahaan kecil serta-merta digulungnya (Sindhunata, 2019: 40). Pada gilirannya, negara juga ikut campur tangan sebagai aparat kontrol yang paling efektif untuk mengendalikan gerak perusahaan besar.

Saat ini tampaknya kebijakan-kebijakan legislatif dan eksekutif negara seakan memihak kaum elit kapitalis. Ekonomi dan politik bergandeng erat untuk melancarkan cita-citanya memperoleh banyak sekali keuntungan. Berbagai macam kebijakan yang lahir yang hampir kesemuanya mengandung kontroversi. Kebijakan demi kebijakan tidak lagi bisa diharapkan. Banyak dari segmen masyarakat turun ke jalan bersuara atas ketidaksetujuannya yang tidak lagi memihak pada rakyat.

Ruh pemikiran Tjokrominoto dari ketiga poros di atas sangat diperlukan bangsa Indonesia saat ini.

Pertama, kemerdekaan, bukan merdeka dari kongkongan penjajah, tapi juga merdeka atas akal sehat dan bebas menyuarakan aspirasi dan pendapat. Atau mungkin merdeka dari penjajahan yang merenggut kebebasan rakyat, seperti kaum kapitalis yang memberikan upah sangat sedikit tak sebanding dengan proses kerja.

Kedua, persamaan. Jika ruh ini tertanam kuat pada setiap individu niscaya tidak akan lagi ada penindasan, sebab mindset yang dibangun adalah “kita semua sama”: sama-sama manusia, sama-sama-rakyat Indonesia yang memiliki cita luhur yang sama. Tidak ada lagi kata yang kaya menindas yang miskin.

Ketiga, persaudaraan. Seandainya persaudaraan mengatasnamakan kesetaraan tanpa tebang pilih, tidak melihat perbedaan etnis, ras, dan agama, mungkin penindasan semakin hari semakin berkurang. Persaudaraan atas nama kemanusiaan yang dilahirkan dari rahim yang sama akan menjadi benteng.

Bukankah “keadilan sosial” merupakan cita luhur yang terpatri dalam sila kelima Pancasila? Mari kita hidupkan ruh pemikiran Guru Bangsa kita, H.O.S. Tjokroaminoto agar bangsa ini adil dalam bertindak dan berani bersikap atas nama kemanusiaan dan kebenaran, sehingga lahirlah kesejahteraan yang kita cita-citakan bersama. []

Ali Yazid Hamdani. Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selengkapnya baca di sini I

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Dampak Penambangan Pasir di Sungai Batanghari, Ancaman atas Bangsa?

3 Mins read
Sungai Batanghari adalah salah satu sungai terpanjang di sumatera yang mengalir melintasi provinsi jambi. Sungai batanghari memiliki manfaat yang sangat tinggi, sungai…
Jaga Pilar

Dampak Kebijakan Impor dan Ekspor terhadap Stabilitas Ketahanan

1 Mins read
Kebijakan impor dan ekspor pangan di Indonesia memiliki pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan nasional, terutama dalam aspek stabilitas harga pangan. Kebijakan ini…
Jaga Pilar

Jalan Keluar Masalah Krisis Iklim; Solusi untuk Bangsa

3 Mins read
Bayangkan jika pantai-pantai favorit di negeri ini tenggelam, cuaca kian tak terduga dan udara semakin panas. Ini bukan imajinasi tentang masalah masa…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *