Wahidin Sudirohusodo (dr. Wahidin Soedirohoesodo) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang mempunyai peran besar dalam dunia pendidikan di tanah air. Wahidin Sudirohusodo dikenal sebagai seorang pembaharu. Ia tidak hanya memikirkan kepentingan pribadinya akan tetapi juga masyarakat secara umum.
Wahidin Sudirohusodo merupakan seorang yang teguh memperjuangkan hak-hak masyarakat untuk mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu, Wahidin Sudirohusodo juga merupakan pelopor pendiri organisasi yang memperjuangkan hak-hak masyarakat umum. Salah satunya adalah Budi Utomo.
Bagaimana riwayat hidup Wahidin Sudirohusodo dan perjuangannya? Simak ulasannya sebagai berikut.
Riwayat Hidup Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo merupakan seorang pria yang lahir pada 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, yogyakarta. Ayahnya adalah seorang priyayi Jawa yang dikenal sebagai Mbah Kruwis atau Arjo Sudiro. Wahidin Sudirohusodo memiliki dua saudara perempuan.
Wahidin pertama kali memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Yogyakarta dan kemudian melanjutkan di Europeesche Lagere School di Yogyakarta (ELS). Pendidikan dokternya ia mulai ketika bersekolah di Sekolah Dokter Djawa pada tahun 1869.
Ia menempuh pendidikan di Sekolah Dokter Djawa selama tiga tahun. Lulusan dari sekolah ini biasanya bekerja sebagai seorang mantri dengan gaji sebesar 10 sampai 15 gulden.
Seiring dengan berkembangnya waktu, Sekolah Dokter Djawa kemudian mengalami perkembangan dan perubahan nama menjadi School tot opleiding vor Inlandsche Artsen (STOVIA). Bahasa yang digunakan dalam sekolah ini adalah bahasa Melayu.
Meskipun begitu, Wahidin merupakan seorang murid yang memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang sangat baik. Kemampuan itulah yang membuatnya dengan mudah mempelajari buku-buku berbahasa Belanda sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuannya.
Perjuangan Wahidin Sudirohusodo
Setelah ia lulus menjadi dokter, Wahidin terkenal gemar bergaul dengan masyarakat secara luas. Dampaknya, ia menjadi mengerti tentang keluhan masyarakat dan apa yang menjadi keresahan mereka.
Masyarakat bawah merasa tertindas karena adanya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu, ia memiliki gagasan untuk membebaskan masyarakat dari belenggu penjajahan. Caranya adalah memastikan bahwa masyarakat Indonesia harus mendapatkan hak yang sama dalam bidang pendidikan.
Di sisi lain, Wahidin Sudirohusodo yang merupakan seorang dokter juga memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa meminta bayaran. Ini dilakukan sebagai salah satu cara baginya untuk mengabdi kepada masyarakat.
Wahidin Sudirohusodo dan Budi Utomo
Pada tahun 1894, Wahidin Sudirohusodo mendirikan dan memimpin majalah berbahasa Jawa yang bernama Retno Dumilah. Ia juga mendirikan sebuah lembaga yang bisa memberikan bantuan pendidikan.
Lembaga itu bernama Beasiswa Damoworo. Salah seorang yang menyanggupi untuk menjadi donatur untuk beasiswa tersebut adalah seorang Bupati Serang, Akhmad Jayadiningrat. Wahidin sering berkeliling di kota-kota besar di Jawa mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat sembari memberikan gagasannya tentang beasiswa tersebut.
Tujuannya untuk membantu para pemuda potensial agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Gagasannya tentang masalah bangsa itu kerap ia tuangkan dalam surat kabar. Ia berpendapat bahwa kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan perlu segera ditumpaskan.
Perjuangan Wahidin kemudian mendapatkan perhatian dari STOVIA. Ia bertemu dengan Sutomo, Suraji, dan beberapa mahasiswa lainnya dan merencanakan pendirian organisasi yang berjuang demi rakyat. Pada 1907, Sutomo, Suraji, dan Gunawan Mangunkusumo mendirikan organisasi bernama Budi Utomo.
Akhir Hidup Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo dikenal sebagai pahlawan yang memperjuangkan pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Ia juga merupakan seorang penggagas organisasi Budi Utomo yang kemudian menjadi pelopor organisasi-organisasi perjuangan lainnya di tanah air.
Wahidin Sudirohusodo meninggal pada 26 Mei 1917 di usia 65 tahun. Perjuangan demi perjuangan yang dilakukan oleh Wahidin Sudirohusodo sudah selayaknya mendapatkan penghargaan oleh negara, sehingga ia kemudian mendapatkan gelar Pahlawan nasional Indonesia.